jpnn.com, MATARAM - Suriatun Walidaini divonis delapan tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Mataram dalam persidangan pada Kamis ((17/2).
Mbak Suriatun Walidaini merupakan terdakwa korupsi dana bantuan kredit kerabat untuk petani dari Pemerintah Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, tahun 2018-2019.
BACA JUGA: KPK Pastikan Penyidikan Dugaan Korupsi Pengadaan Heli AW-101 Masih Berjalan
Dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Mataram I Ketut Somanasa menyatakan perbuatan terdakwa Suriatun Walidaini terbukti secara sah melanggar Pasal 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Terdakwa korupsi dana bantuan petani juga dijatuhi pidana denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan. Selain itu, Mbak Suriatun dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp 1,395 miliar subsider 2 tahun penjara.
BACA JUGA: Mbak Puan Melihat Lokasi IKN Nusantara, Lalu Berkata soal Istana Negara
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan perbuatan terdakwa mencederai kepercayaan publik, khususnya di kalangan petani penerima bantuan.
Perbuatan Suriatun juga dinilai telah menggagalkan program pemerintah sehingga merugikan negara.
BACA JUGA: Ternyata Begini Peran 5 Pembegal Anggota Brimob di Bekasi, RMI yang Membacok
"Dalam persidangan, terdakwa juga memberikan keterangan berbelit-belit dan tidak kooperatif," ujar I Ketut Somanasa.
Diketahui, Pemkab Sumbawa pada 2018-2019 menyalurkan dana bantuan Rp 5 miliar dalam program kredit kerabat untuk membantu petani miskin.
Kredit itu dikelola oleh masing-masing Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten Sumbawa.
Terdakwa Suriatun dalam jabatan sebagai ketua tim pengawas eksternal, terungkap telah menarik pungutan dari setiap BUMDes.
Meskipun tidak ada regulasi yang menjadi dasar penarikan, tetapi terdakwa bersikukuh alasan dana yang ditarik dari 25 BUMDes di Sumbawa masuk deposito perbankan.
Dalam kegiatan penarikannya, seluruh BUMDes yang hadir sebagai saksi mengaku mendapatkan ancaman. Apabila tidak menyerahkan uang untuk deposito tersebut kepada terdakwa, maka akan dilaporkan ke dinas dan diperiksa oleh inspektorat.
"Berdasarkan aturan pengelolaannya, tidak ada aturan hukum yang menyatakan dana kredit di deposito," ucapnya.
Dalam fakta persidangan juga terungkap bahwa bunga deposito sebesar delapan persen dari jumlah setoran masuk ke kantong pribadi terdakwa.
Terungkap pula uang yang masuk ke terdakwa dari setoran 15 BUMDes penerima bantuan dengan nominal yang diterima Rp 1 juta dari setiap BUMDes.
Oleh karena itu, muncul uang pengganti kerugian negara sesuai hasil audit Inspektorat Sumbawa, sehingga terkumpul angka Rp 1,395 miliar.
Usai mendengar putusan, terdakwa Suriatun melalui penasihat hukum menyatakan sikap mengajukan upaya hukum lanjutan ke tingkat Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat.
Begitu juga dengan jaksa penuntut umum, menanggapi sikap terdakwa menyatakan banding terhadap putusan majelis hakim. (ant/fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam