jpnn.com, JAKARTA - Banyak kisah suka duka yang dirasakan para kartini, perawat honorer K2 tenaga kesehatan di masa pandemi corona ini. Tidak hanya yang bertugas di rumah sakit besar, tetapi juga di puskesmas-puskesmas.
Setiap ada pasien datang, mereka waswas bila keluhannya batuk dan sesak napas. Seperti yang dialami Sarokah, perawat dari honorer K2 yang kini masih tetap masuk di kala pemerintah menetapkan work from home (WFH).
BACA JUGA: Perawat Positif Corona: Semua akan Indah pada Waktunya
Dia pun harus menggunakan alat pelindung diri (APD) seadanya setiap kali bertugas.
"Kami tetap bekerja, apalagi puskesmas kan fasilitas kesehatan tingkat pertama. Jadi kami yang harus maju duluan berhadapan dengan pasien," terangnya kepada JPNN.com, Selasa (21/4).
BACA JUGA: Perawat Asal Brebes: Tolonglah, Bapak Presiden, Kami Sudah jadi Anak Manis, Tidak Demo LagiÂ
Sarokah memiliki beban banyak. Satu sisi harus memikirkan nasibnya yang belum jelas. Sisi lain harus berada di garda terdepan melawan covid-19.
"Saya honorer K2 kesehatan yang belum lulus PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) karena tahun lalu saya ikut tes tetapi ternyata Allah berkehendak lain. Saya ditakdirkan belum lulus," ucapnya.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Nasib Perawat PPPK, Kaesang Minta Maaf, Demo Buruh 30 April
Sarokah mengaku bingung, memikirkan bagaimana nasibnya yang belum lulus. Menunggu rekrutmen PPPK tahap dua, tetapi tidak tahu kapan dibuka lagi.
"Sedih rasanya kalau pikirin itu. Yang lulus saja belum dapat SK, apalagi yang belum lulus? Saya bekerja di Puskesmas bertahun-tahun lamanya dengan penuh suka duka. Ini perjuanganku yang sangat melelahkan jadi honorer K2," tuturnya.
Tak jauh berbeda dengan pengakuan Icha, perawat di Puskesmas Losari Brebes. Honorer K2 yang sudah lulus PPPK ini bertahun-tahun lamanya melayani pasien. Bahkan di masa pandemi harus tampil terdepan melawan COVID-19.
Diakuinya, terkadang timbul rasa jenuh dengan aktivitas tersebut. Sebab, tanggung jawab berat tetapi kesejahteraan minim. Belum lagi risiko berhadapan dengan pasien yang dikhawatirkan tertular Corona.
Icha juga sering dimarahi pasien ketika bertanya lebih lanjut tentang riwayat penyakit yang bersangkutan.
"Suka dimarahi pasien kalau dianggap terlalu menyelidiki. Padahal ini untuk melindungi semuanya dari penyebaran COVID-19," ucapnya.
Sejatinya, para perawat ini waswas juga menghadapi pasien di masa pandemi. Mengingat, APD yang digunakan minim.
Icha mengungkapkan, ketika melayani pasien dengan keluhan batuk, demam, dan sesak napas, mereka langsung waswas. Khawatir pasiennya positif corona.
"Kalau ada pasien datang minta dirawat dengan keluhan sesak napas, batuk, panas, wah dada ini rasanya bergemuruh banget. Takut jangan-jangan ini positif corona walaupun belum tahu sih pasiennya positif ato enggak. Namun, mau gimana lagi, mau tak mau harus dihadapi karena tugas perawat memang gitu," tutur Icha yang juga pengurus daerah Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Kabupaten Brebes.
Icha mengaku sadar betapa berat tugas perawat di masa pandemi covid-19. Mereka harus menjalankan tugas ini dengan ikhlas karena sudah disumpah.
"Di sisi lain hati dan pikiranku juga bertanya-tanya kapan NIP PPPK dan SK bisa dikantongi. Jujur saja kami takut NIP PPPK dan SK hilang karena wabah corona," tandasnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad