jpnn.com - JAKARTA - Pengamat ekonomi Dradjad H Wibowo memperkirakan Indonesia akan terkena dampak hasil referendum Brexit yang menunjukkan mayoritas rakyat Inggris memilih agar mereka keluar dari keanggotaan Uni Eropa. Pasalnya, Brexit akan membawa imbas serius terhadap pasar finansial global.
“Indonesia akan cukup terpukul oleh Brexit dan efek dominonya. Brexit ini salah satu pukulan terbesar bagi pasar keuangan global,’ ujarnya melalui layanan pesan singkat, Sabtu (25/6).
BACA JUGA: Ini Pernyataan Dua Wakil Gubernur Soal Menara BTS
Mantan anggota Komisi XI DPR yang membidangi keuangan dan perbankan itu menjelaskan, saham-saham ban besar di Inggris seperti Barclays dan UBS rontok 2,8 persen, bahkan sempat terpuruk hingga 30 persen pada sesi awal perdagangan. “Padahal London adalah salah satu pusat keuangan dunia,” tuturnya.
Menurutnya, kondisi itu baru tahap awal. Sebab, partai-partai berhalian kanan di Prancis, Italia dan Belanda juga mulai menyerukan pelrunya referendum untuk keluar dari Uni Eropa sebagaimana Inggris.
BACA JUGA: Taspen Bagikan 24.300 Paket Sembako Murah
Yang tak boleh dilupakan, kata Dradjad, Prancis dan Italia merupakan negara dengan kekuatan ekonomi kedua dan ketiga terbesar di Eropa. Gampangnya, volatilitas, ketidakpastian dan risiko global juga naik drastis.
“Biasanya jika sudah demikian, dana-dana akan lari ke aset-aset yang dianggap aman. Mungkin lari ke AS, sampai jelas siapa yang jadi presiden AS yang akan datang,” ulasnya.
BACA JUGA: Terowongan Akses Pekerjaan Waterway PLTA Jatigede Mulai Dikerjakan
Namun, lanjutnya, dalam kondisi seperti itu Indonesia bakal jadi korban. Sebab, Indonesia hanya pemain yang sangat kecil di dunia keuangan.
Terlebih, nilai utang pemerintah dan swasta juga menjadi semakin mahal. “Ekspor makin terpukul karena pasar Eropa terguncang, sementara China belum pulih. Penerimaan pajak makin berat naiknya karena kinerja perusahaan melemah,” tuturnya.
Hanya saja Dradjad juga mengakui bahwa masih terlalu awal untuk menganalisis dampak sepenuhnya Brexit dan efek dominonya. Sebab, hal seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya.
Karenanya Dradjad menyarankan kepada pemerintah agar lebih disiplin dalam memperketat anggaran, sekaligus membantu perusahaan-perusahaan Indonesia untuk semaksimal mungkin dalam menjaga kinerja mereka.
“Pemerintah dan dunia usaha harus bersatu menghadapi volatilitas, ketidakpastian dan risiko global yang melonjak. Jangan lupa proses negosiasi keluarnya UK (United Kingdom, red) bisa memakan waktu dua tahun. Banyak sumber risiko ke depan,” cetusnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Malangnya Nasib Karyawan Konveksi, Orderan Sepiiiiiii
Redaktur : Tim Redaksi