jpnn.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati secara resmi menyampaikan bahwa pemerintahan Joko Widodo alias Jokowi sedang menyiapkan Rancangan Undang-Undangan (RUU) Perpajakan untuk memperkuat perekonomian nasional.
Dari penjelasannya, terdapat sejumlah insentif yang menguntungkan bagi wajib pajak, salah satunya badan usaha.
BACA JUGA: Menkeu Sri Mulyani dan Erick Thohir Puji Karakter di Film Gundala
"RUU ini adalah untuk meningkatkan perekonomian Indonesia, dalam bentuk meningkatkan pendanaan dan investasi, menyesuaikan prinsip income perpajakan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP). Menggunakan azas teritorial, mendorong kepatuhan wajib pajak secara sukarela, menciptakan fasilitas perpajakan dalam perundang-undangan," ucap Sri Mulyani.
BACA JUGA : Pabrik Besar Bayar Cukai Rokok Murah, Negara Kehilangan Pendapatan Rp 926 M
BACA JUGA: Jokowi Sebut Bakal Ada Kepala Daerah jadi Menteri dan Bu Ani Diberi Tugas Lebih Besar
Hal itu disampaikannya dalam konferensi pers usai rapat terbatas membahas perpajakan di Kantor Presiden, Jakarta pada Selasa (3/9).
Menteri yang beken disapa dengan panggilan Ani, itu menyebut RUU yang sedang disusun akan memuat ketentuan dan fasilitas perpajakan untuk penguatan perkenomian yang mencakup berbagai substansi yang sangat penting.
BACA JUGA: Rizal Ramli: Ekonomi Indonesia Bakal Selalu Nyungsep karena Dua Hal Ini
Dari penjelasannya, beberapa poin penting itu antara lain, RUU ini akan menjadikan tiga UU terkait perpajakan terkoneksi.
Yakni UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, serta UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Terkait PPh, misalnya, substansi terpenting dalam RUU ini adalah penurunan tarif PPh Badan yang sekarang posisinya 25 persen.
Ke depan, diturunkan secara bertahap ke 20 persen. Langkah ini sudah diperhitungkan dengan tetap menjaga APBN tidak mengalami tekanan yang terlalu besar. Tetapi di sisi lain juga bisa memberikan stimulasi ekonomi.
"Sehingga dari 25 menjadi 20 bisa dilakukan dan penurunannya bisa dimulai 2021. Tahapnnya bisa kita formalisir di RUU. Tahun 2020 tidak akan terpengaruh, dan 2021 baru terjadi penurunan," jelas mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
Untuk perusahaan go public di bursa juga akan menikmati penurunan di bawah tarif PPh badan yang akan mengalami penurunan ke angka 20 persen.
Perkiraannya di angka 17 persen atau ada keringanan 3 persen lebih rendah dari tarif normal untuk 5 tahun.
BACA JUGA : Zudan Komentari Kasus Pria tak Punya Perusahaan Ditagih Pajak Rp 32 Miliar
RUU ini juga akan menghapuskan PPh atas dividen dari dalam negeri dan luar negeri. Selama ini dividen yang berasal dari dalam dan luar negeri yang diterima oleh PPh badan, kalau dia miliki saham di atas 25 persen memang tidak dikenai PPh.
Namun, jika memiliki saham di bawah 25 persen kena PPh normal yaitu 25 persen tarif yang sekarang. Dan untuk wajib pajak orang minimal 10 persen.
"Dalam RUU ini semua pajak PPh dividen dihapuskan apabila dividen itu ditanamkan dalam bentuk investasi di Indonesia, baik dividen yang berasal dari dalam negeri, luar negeri maka dia akan dibebaskan selama dia diinvestasikan dalam wilayah NKRI," jelas menteri kelahiran Bandar Lampung itu.
Kemudian untuk PPh Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP), pemerintah akan menerapkan perubahan rezim perpajakan dari World Wide jadi Teritorial.
Artinya WNI atau WNA akan menjadi Wajib Pajak di Indonesia tergantung dari berapa lama dia tinggal.
Selain itu, pemerintah akan memberikan relaksasi terhadap hak untuk mengkreditkan pajak masukan. Intinya, berbagai pajak masukan yang selama ini tidak bisa dikreditkan, di dalam RUU ini bisa dikreditkan. Artinya boleh diklaim untuk mengurangi kewajiban membayar pajak.
Dalam RUU ini, pemerintah akan menempatkan seluruh fasilitas insentif perpajakan dalam satu bagian, seperti tax holiday, super deduction, fasilitas PPh untuk KEK, dan PPh untuk Surat Berharga Nasional di pasar internasional.
Semuanya akan dimasukkan dalam RUU ini sehingga punya memiliki landasan hukum dan konsistensi dari landasan hukumnya dalam satu peraturan.
"Kami tidak ambil dari peraturan UU yang lain seperti peraturan investasi. Tapi kami masukkan dalam RUU perpajakan ini, sehingga pemerintah bisa melakukan fasilitas perpajakannya secara jauh lebih konsisten," jelasnya.
Berikutnya, dalam rangka mengantisipasi munculnya perusahaan digital internasional yang tidak bsia dikukuhkan sebagai subjek pajak luar negeri yang bisa melakukan pemungutan wajib pajak yang dilakukan selama ini.
"Namanya subjek pajak luar negeri, seperti Amazon, Google. Dengan RUU ini, mereka bisa memungut, menyetor, dan melaporkan PPn. Supaya tidak terjadi penghindaran pajak dari perusahaan internasional dari kewajiban PPn-nya karena mereka tahu berapa jumlah volume kegiatan ekonominya. Tarifnya PPn masih sama, yaitu 10 persen," tambah menteri 57 tahun itu.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendikbud Sampaikan Kabar Baik dari Menkeu untuk Guru Honorer
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam