jpnn.com, JAKARTA - Proses alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) menuai sorotan masyarakat.
Perkembangan terbaru, sebanyak 75 orang penyelidik KPK yang dinyatakan Memenuhi Syarat (MS) untuk diangkat sebagai ASN meminta penundaan pelantikan yang awalnya direncanakan pada 1 Juni 2021.
BACA JUGA: Soal Nasib 75 Pegawai KPK, Ghufron: Kami Telah Berdiskusi dengan Para Pembantu Presiden
"Perkenankan kami, 75 pegawai KPK pada Direktorat Penyelidikan yang telah melaksanakan asesmen peralihan pegawai KPK dan akan dilantik sebagai ASN pada 1 Juni 2021 meminta dilakukan penundaan pelantikan," demikian tertuang dalm surat yang diperoleh ANTARA di Jakarta pada Jumat.
Surat tersebut ditujukan kepada lima orang pimpinan KPK dengan asal pengirim "Pegawai Direktorat Penyelidikan".
BACA JUGA: Polemik Pemberhentian 51 Pegawai KPK, Ini Pernyataan Tegas Moeldoko
"Penundaan pelantikan hingga ada kejelasan mengenai pelaksanaan peralihan pegawai KPK telah sesuai dengan aturan, prinsip hukum dan arahan dari Presiden Joko Widodo. Hal ini agar lebih dahulu memperbaiki pelaksanaan peralihan pegawai KPK sehingga tidak menimbulkan permasalahan baru secara materiil maupun formil," demikian disebutkan dalam surat tersebut.
Berdasarkan laporan tahunan KPK pada 2019, jumlah penyelidik di KPK adalah sebanyak 96 orang.
BACA JUGA: Habib Rizieq Divonis 8 Bulan Penjara, Ferdinand Hutahaean: Perasaan Hakim Terlalu Mendominasi
Ada dua alasan yang menyebabkan mereka meminta penundaan pelantikan sebagai ASN tersebut.
Alasan pertama adalah adanya dugaan ketidaksesuaian terhadap norma dan aturan hukum.
Aturan itu adalah Putusan MK nomor 70/PUU-XVII/2019, dan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 tidak mengatur mengenai adanya penyerahan tugas dan tanggung jawab pegawai, maupun menjadikan hasil tes sebagai dasar untuk memberhentikan pegawai KPK.
Selain itu pernyataan Presiden Jokowi pada 17 Mei 2021 meminta hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK, dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes.
"Merujuk pada prinsip-prinsip yang dikehendaki Presiden, dalam hal ini adalah meminta agar 'negara hadir' untuk menyelesaikan persoalan terkait tidak lolos-nya 75 orang rekan kami, saudara kami, anak-anak Bapak dan Ibu sekalian, melalui mekanisme perbaikan melalui pendidikan kedinasan, dan bukan dengan melepas mereka," demikian disebutkan.
Alasan kedua adalah dugaan ketidaksesuaian dengan prinsip hukum dan cita-cita pemberantasan korupsi yang terbuat dalam siaran pers Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang menyebutkan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) di KPK menggunakan Tes Indeks Moderasi Bernegara (IMB 68) dan Integritas yang biasanya digunakan dalam kenaikan jabatan atau juga digunakan oleh TNI sebagai bentuk pengujian psikologi pegawai/ anggota TNI.
"Sepengetahuan kami, dalam penggunaan Tes IMB-68 selama ini, tidak ada satupun penggunaannya terhadap ASN/TNI/pegawai lain yang digaji negara dalam tingkat 'non-entry' level, yang berakibat hilangnya status pegawai dimaksud. IMB-68 tidak bisa serta merta menjadi alat ukur kebangsaan," seperti disebutkan dalam surat tersebut.
Ke-75 penyelidik tersebut meminta agar Pimpinan KPK menjamin seluruh pegawai KPK akan dilantik menjadi ASN sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan arahan Presiden Joko Widodo.
"Sesuai dengan arahan Presiden Jokowi, kami tidak mendukung adanya pemberhentian pegawai atau segala bentuk yang berakibat tidak beralihnya pegawai KPK sebagai ASN,"
Mereka juga meminta agar hasil tes lengkap berikut kertas kerja dapat dibuka, sesuai dengan perintah UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 17 huruf h angka 5 dan Pasal 18 ayat 2, yaitu berdasarkan Persetujuan Tertulis dari masing-masing pegawai.
"Kami berharap agar dapat diberikan kesempatan berdialog dengan Pimpinan selaku orang tua kami di lembaga ini, secara langsung, baik itu dalam forum kecil atau melalui sarana prasarana sesuai protokol kesehatan, untuk bersama-sama menyepakati solusi atas keresahan ini sebelum 1 Juni 2021," seperti disebutkan dalam surat.
Para penyelidik menyebut sebagai satu keluarga mereka memiliki tanggung jawab, kewajiban, dan rasa sayang terhadap Pimpinan KPK.
"Kami tidak ingin Pimpinan sebagai orang tua salah dalam mengambil tindakan yang justru dapat membawa dampak buruk terhadap seluruh pegawai, pimpinan maupun Komisi, serta kontra produktif dengan cita-cita pemberantasan korupsi," demikian disebutkan dalam surat.
Seperti diketahui, dalam Surat Keputusan (SK) No 652 tahun 2021 tertanggal 7 Mei 2021 tentang Hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) Pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat Dalam Rangka Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) menyebutkan ada 75 orang pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat dalam TWK untuk diangkat sebagai ASN.
Selanjutnya pada 25 Mei 2021 KPK melakukan rapat koordinasi membahas nasib 75 pegawai itu bersama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Lembaga Administrasi Negara (LAN). Turut hadir juga pihak asesor dalam TWK tersebut.
Hasil rapat koordinasi (rakor) di Gedung BKN tersebut diputuskan 24 dari 75 pegawai masih dimungkinkan untuk dibina sebelum diangkat menjadi ASN sementara 51 pegawai sisanya tidak memungkinkan untuk dibina berdasarkan penilaian asesor.
Ke-51 pegawai tersebut disebut masih akan berada di KPK hingga November 2021 meski saat ini statusnya sudah non-aktif dan selanjutnya akan diberhentikan. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo