Inilah Temuan Balitbang Kemenkumham tentang Napi Terorisme

Selasa, 13 Juni 2017 – 23:23 WIB
Balitbangkumham

jpnn.com, JAKARTA - Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia (Balitbangkumham) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) membeber hasil penelitian tentang narapidana kasus terorisme. Merujuk data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemenkumham, hingga Juni 2017 terdapat 236 orang narapidana terorisme di berbagai lapas di 21 kantor wilayah.

Menurut Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Balitbangkumham Kemenkumham Yayah Mariani, keberadaan napi teroris ternyata memberikan permasalahan tersendiri bagi lapas. “Karena napi teroris memiliki karakteristik yang berbeda dengan napi pada umumnya,” ujarnya, Selasa (13/6).

BACA JUGA: Ini Jurus Balitbang Hukum dan HAM Memajukan Penelitian

Sebelumnya Balitbang Hukum dan HAM menggelar diskusi mengenai isu aktual tentang penempatan napi terorisme di lapas, Senin (12/6). Diskusi yang digelar di lantai 5 Gedung Sekretariat Jenderal Kemenkumham itu menghadirkan Staf Ahli Bidang Politik dan Keamanan Menkumham Y Ambeg Paramarta dan Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Ditjen PAS Ilham Djaya sebagai narasumber.

BACA JUGA: Bismillah, Lapas Narkotika Jakarta Punya Pesantren Daarus Syifa

Diskusi di Balitbangkumham Kemenkumham tentang penempatan napi terorisme di lapas. Foto: dokumen Humas Kemenkumham

Yayah menjelaskan, napi kasus terorisme cenderung sulit untuk diatur, tidak mau berbaur, serta tidak kooperatif dengan petugas. Karenanya pembinaan narapidana kasus terorisme tidak bisa disamakan dengan perlakuan narapidana kasus lainnya.

BACA JUGA: Ditjen AHU Luncurkan SIMPATIK demi Menjaga Uang Pihak Ketiga

Menurut Yayah, pembinaan kepada narapidana teroris di lapas harus dengan perlakuan yang bersifat khusus. “Ini mengingat adanya kebutuhan dan risiko yang melekat pada dirinya,” ujarnya.

Lebih lanjut Yayah mengatakan, pembinaan khusus bagi para napi teroris dilakukan dengan memberi tempat yang berbeda di lapas. Sebab, napi terorisme menganut paham radikal. “Yang menjadi dasar dalam melakukan terorisme,” ujarnya 

?Yayah menegaskan, penempatan napi terorisme memang harus hati-hati dan mempertimbangkan tingkat risikonya. Hal itu juga demi mendorong keberhasilan proses deradikalisasi agar para napi terorisme sadar. “Sehingga tidak mengulangi tindak terorisme,” tuturnya.(adv)

Berikut ini adalah hasil diskusi Balitbang Hukum dan HAM Kemenkumham mengenai  kajian isu aktual tentang penempatan napi terorisme di lapas:

  1. Pembinaan narapidana teroris menghadapi beberapa hambatan antara lain over kapasitas, keterbatasan sumber daya petugas pemasyarakatan baik secara kuantitas dan keahlian dalam proses deradikalisasi, sarana prasarana dan prilaku narapidana teroris di Lapas. Hambatan-hambatan tersebut menyebabkan lembaga pemasyarakatan kesulitan dalam menempatkan narapidana teroris di lapas yang memiliki karakteristik khusus dan tingkat resiko yang cukup tinggi.
  2. Penempatan narapidana teroris ditentukan berdasarkan hasil profiling dan assesment untuk mengetahui tingkat radikalisme, resiko dan kebutuhan pembinaan. Keakuratan hasil profiling dan assement ditentukan 3 aspek. Yang pertama adalah kompetensi petugas profiling dan assesment. Kedua, ketersediaan dan kemudahan petugas dalam memperoleh data seorang napi teroris. Ketiga, kemampuan sarana dan prasarana pendukung lembaga pemasyarakan untuk menindaklanjuti hasil profilling dan assesment
  3. Agar penempatan narapidana teroris sesuai dengan resiko dan kebutuhan pembinaan, maka perlu peningkatan kompetensi sumber daya petugas pemasyarakatan khususnya untuk melakukan profiling dan assessment.
  4. Penempatan yang tepat akan mengoptimalkan program pembinaan dan deradikalisasi. Untuk mencapai tujuan itu, diperlukan perhatian bagi pembuat kebijakan, ketulusan petugas pemasyarakatan dalam melakukan pendekatan kepada narapidana tindak pidana terorisme dan tentunya keterlibatan berbagai pihak sangat diperlukan baik dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Detasemen Khusus 88 Anti Teror, Kejaksaan Agung, Kementerian/Lembaga terkait, para akademisi dan praktisi serta para pemerhati terhadap  program pembinaan dan deradikalisasi bagi Narapidana Tindak Pidana Terorisme.
  5. ?Untuk pembinaan Napi teroris dibutuhkan lembaga pemasyarakatan khusus yang dilengkapi dengan Sumber Daya Manusia terlatih, program pembinaan khusus teroris, sistem keamanan, desain bangunan dan sarana prasarana pendukung lainnya.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ditjen AHU Lantik 175 PPNS untuk Bea Cukai dan Kementerian ESDM


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler