Insentif HEV Disebut Berpotensi Hambat Kemajuan Ekosistem BEV di Indonesia

Jumat, 21 Juni 2024 – 00:10 WIB
Ilustrasi fitur V2L di mobil listrik BYD. Foto: BYD

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah saat ini sedang mengkaji untuk memberikan insentif kendaraan hybrid electric vehicle (HEV) di Indonesia.

Hal itu menyusul perkembangan kendaraan ramah lingkungan emisi itu sudah sangat masih di tanah air.

BACA JUGA: BYD Siap Bawa Mobil Hybrid ke Indonesia, Denza D9 PHEV?

Namun, kebijakan insentif untuk mobil berteknologi hybrid berpotensi menghambat kemajuan ekosistem BEV (battery electric vehicle) di Indonesia.

Hal itu diungkapkan langsung oleh Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad dalam siaran persnya, Kamis (19/6).

BACA JUGA: Moeldoko: Insentif Mobil Hybrid Tidak Penting

Menurut dia, langkah pemerintah akan memberikan insentif mobil HEV dianggap dapat mempengaruhi kemajuan ekosistem BEV di Indonesia yang telah menunjukkan pertumbuhan positif.

Jika ekosistem BEV terhenti, hal ini dapat menghambat inovasi dan keberlanjutan industri otomotif domestik.

BACA JUGA: Soal Insentif Mobil Hybrid, Moeldoko: Tidak Penting!

“Tren penjualan mobil hybrid tentu akan meningkat ketika insentif diberlakukan, sehingga bisa mendistorsi pangsa pasar mobil listrik di tanah air. Namun, rencana kebijakan insentif untuk HEV berpotensi menghambat kemajuan ekosistem BEV di Indonesia, ” ujarnya.

Indonesia sudah memiliki pabrik perakitan kendaraan listrik yang akan didukung oleh pabrik baterai kendaraan listrik, sehingga memungkinkan BEV untuk terus berkembang berkat kemajuan dalam teknologi dan baterai.

Infrastruktur yang lengkap ini dapat membantu memajukan industri komponen dalam negeri yang dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja.

Seiring munculnya BEV sebagai kemajuan teknologi dalam industri otomotif, tren global secara kuat mendukung perkembangannya.

Laporan Reuters memperkirakan total pengeluaran oleh produsen mobil global akan mencapai 1.2 triliun dolar Amerika Serikat (atau sekitar Rp 19 kuadriliun) pada EV, baterai, dan material-materialnya pada 2030.

Sementara itu, dibandingkan dengan HEV yang sudah berada pada tahap teknologi yang matang, mungkin BEV tidak menarik investasi yang signifikan ke industri otomotif Indonesia. 

Rencana memberikan insentif untuk HEV juga bisa mengganggu potensi investasi dalam pengembangan ekosistem BEV di Indonesia.

Beberapa jenama kendaraan telah melirik Indonesia sebagai pasar yang vital, termasuk dalam melaksanakan kegiatan produksi.

Rencana kebijakan insentif untuk HEV ini dapat menjadi hambatan bagi investasi berkelanjutan dari jenama-jenama yang telah membangun ekosistem BEV di Indonesia, dan dikhawatirkan dapat mengganggu keberlanjutan ekosistem BEV di masa depan.

Investasi besar akan diperlukan untuk mendirikan fasilitas manufaktur baterai baru dan mengembangkan komponen elektronik untuk BEV.

Selain itu, BEV memiliki potensi yang lebih besar dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GHG) dibandingkan HEV. (Antara/jpnn.com)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pabrikan Minta Kejelasan Insentif Mobil Listrik


Redaktur & Reporter : Dedi Sofian

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler