Investasi Swasta AS Berkontribusi pada Pemulihan Perekonomian Indonesia

Jumat, 28 Oktober 2022 – 06:11 WIB
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kanan) yang juga Ketua Umum Partai Golkar, didampingi oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita melakukan pertemuan bilateral dengan US Secretary of Commerce Gina Raimondo di Washington D.C. pada Selasa (25/10). Foto: Humas Kemendko Perekonomian

jpnn.com, JAKARTA - Pakar ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi mengungkapkan perusahaan swasta lebih berpeluang masuk ke Indonesia dibanding pemerintahan. Hal ini akan berkontribusi pada pemulihan perekonomian Indonesia

"Pemerintahan Biden masih terlalu ragu-ragu dalam segala hal sehingga saya tidak terlalu membayangkan ini akan bisa cepat,” kata Fithra Faisal Hastiadi di Jakarta, Kamis (27/10/2022).

BACA JUGA: Sikapi Resesi Global dan Tahun Politik, Fajar Hasan Berharap Iklim Investasi Tetap Stabil

Oleh sebab itu, Fithra menyarankan pemerintah Indonesia untuk mendorong kerja sama dengan sektor swasta AS.

“Jadi, pendekatannya harus lebih ke bisnis sih, ketimbang hanya ke pemerintah AS,” ujar Fithra.

BACA JUGA: Menteri dari Saudi Bertemu Kepala BPKH, Peluang Investasi Sudah Tergambar

Menurut Fithra, pemerintah patut merealisasikan pemindahan basis produksi utama dari China ke Indonesia.

Indonesia saat ini punya  kelebihan input produksi sebagai dampak dari hilirisasi produksi yang dibutuhkan oleh industri.

BACA JUGA: Gegara Lelang Bandana, Atta Halilintar Terseret Kasus Investasi Bodong

“Seharusnya investasi ke depan bisa lebih banyak kita terima karena negara-negara di Barat, AS, EU juga sama seperti China, sedang kelimpungan mencari sumber daya," tegasnya.

Menurut dia, Indonesia dan ASEAN mendapati keuntungan atas dua faktor selama pandemi dan usai pandemi, yakni China Factor dan Relocation Factor.

Ekonomi China memang pulih lebih cepat dibanding negara lain, namun industri China masih belum optimal sehingga membutuhkan input produksi dari negara-negara di ASEAN.  Sedangkan relocation factor terjadi pada negara selain China, seperti AS, EU, Jepang.

Negara-negara itu cenderung ingin memperlebar portofolio produksi dan investasi.

Menurut Fithra, selama ini negara tersebut tergantung dengan China dalam jaringan rantai pasokan global (global supply chain network).

Namun, kata dia, karena risiko selama pandemi dan geopolitik membuat hal yang terlalu terkonsentrasi menjadikan mitigasi risiko menjadi lebih sulit dilakukan.

"Oleh karena itu, mereka sekarang tidak hanya mengejar efisiensi, tetapi juga resiliensi. Mereka melebarkan portofolio produksi dan investasi justru ke ASEAN, dalam konteks ini Indonesia,” ujar Fithra.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan pandangan analitis mengenai kinerja ekonomi Indonesia di tengah-tengah tantangan global dalam Gala Dinner yang diselenggarakan oleh United States-Indonesia Society (USINDO) di Washington D.C pada Selasa (25/10).

“Ketahanan dan kinerja ekonomi Indonesia, ditambah dengan penentuan posisi geopolitik yang seimbang serta kebijakan luar negeri yang cekatan, telah menempatkan Indonesia pada posisi yang kuat untuk menghadapi tantangan politik dan ekonomi sebagai imbas dari pandemi, disrupsi rantai pasok dan konflik Rusia-Ukraina,” ujar Ketum Golkar itu.

Pada kesempatan itu, Co-Chair USINDO Robert Blake menekankan Indonesia memiliki indikator ekonomi yang kuat seperti meningkatnya ekspor, tingkat inflasi yang relatif rendah, situasi pasar saham yang terus mengalami penguatan, dengan pertumbuhan FDI kedua tertinggi di ASEAN.

“Perusahaan swasta Amerika Serikat saat ini menanti kabar lebih lanjut dari Pemerintah Indonesia untuk dapat melebarkan ekspansi usahanya di Indonesia,” kata Robert Blake.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler