Investor Aset Kripto Waspadai Hal Ini Ya! Jangan Sampai Lengah

Kamis, 24 Juni 2021 – 21:49 WIB
Ekonom menilai menanjaknya minat terhadap aset kripto untuk alternatif investasi tak lepas dari pengaruh pandemi Covid-19. Foto: antara

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom menilai menanjaknya minat terhadap aset kripto untuk alternatif investasi tak lepas dari pengaruh pandemi Covid-19.

Institute for Development of Economics dan Finance (Indef) mengingatkan para investor untuk mewaspadai proyeksi aset digital itu saat kondisi membaik.

BACA JUGA: Wow, Harga Bitcoin Naik Rp570 Juta Dalam Sebulan Terakhir

Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto menilai lesunya ekonomi menjadikan peminat investasi di bidang obligasi dan saham berkurang.

"Orang bisa saja kembali ke investasi obligasi, saham, dan lainnya. Kalau aset kripto tidak bonafit mungkin akan ditinggalkan," kata saat diskusi daring, Kamis (24/6).

BACA JUGA: Ini Risiko Investasi Cryptocurrency, Masyarakat Awam Harus Tahu!

Menukil laporan tahunan anggota fintech Indonesia, Eko mengakui aset kripto memang mengalami pertumbuhan pesat sejak 2013 hingga 2021.

Pada Februari 2021, tercatat ada 4.501 unit aset kripto di dunia. Angka itu, naik 1.684 unit dibandingkan 2019 yang berjumlah 2.817 unit.

BACA JUGA: Ada ‘Token Cebong’ di Cryptocurrency

"Bappebti mencatat hingga Maret 2021 total transaksi aset kripto di Indonesia mencapai Rp 126 triliun," ujar Eko.

Selain itu, Eko juga menyoroti sifat aset kripto yang sangat fluktuatif.

Dia menyarankan agar investor dengan tipe high risk saja yang berinvestasi di aset kripto. Terlebih dengan sistem digitalisasi yang tidak memiliki jaminan aspek keamanan.

Eko mengingatkan agar investor tidak menggunakan dana yang berasal dari alokasi konsumsi.

"Apalagi berasal dari pinjaman," katanya.

Menurut Eko, sebagian aset kripto menyatakan investasi itu menjanjikan keuntungan tetap. Masyarakat diminta untuk mewaspadai pernyataan tersebut.

"Fluktuasi yang tinggi dalam keuangan enggak match dengan janji keuntungan tetap, itu sangat sulit dimengerti. Kalau model begitu, harus melihat lebih jauh," tuturnya.

Eko menyebut ada beberapa tantangan lain yang dihadapi investasi kripto, seperti kepatuhan pada aturan yang berlaku.

Adapun aset kripto di Indonesia hanya diperbolehkan sebagai komoditas investasi bukan sebagai alat tukar.

Lalu, tata kelola teknologi, operasional, dan hubungan dengan konsumen/investor, serta akuntansi dan laporan keuangan serta perpajakan.

"Dengan adanya pajak, bisa jadi lebih nyaman karena dijamin pemerintah. Tetapi bisa dilema, kalau terlalu tinggi bisa enggak menarik dan justru nanti beli ke negara lain, sehingga terjadi outflow," ujarnya.

Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Nomor 5/2019 menggolongkan cryptocurrency atau uang kripto ke dalam aset dengan definisi komoditi tidak berwujud yang berbentuk digital aset, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler