Investor Masih Tunda, Belum Ada Yang Cabut

Dampak Pelambatan Pertumbuhan Ekonomi

Minggu, 04 Agustus 2013 – 12:01 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Sepanjang kuartal I 2013, Indonesia mencatat kondisi perekonomian kurang menggembirakan. Menteri Perindustrian M.S. Hidayat khawatir kondisi tersebut bakal menghambat arus investasi ke Indonesia.

"Ini memang tekanan yang sangat berat. Memang nanti diramalkan pertumbuhan PDB (produk domestik bruto, Red) Indonesia hingga akhir tahun sekitar 5,9 persen saja. Jika ini tidak diperbaiki, akan menghambat investasi," katanya kepada Jawa Pos saat ditemui di Jakarta Convention Center, Sabtu (3/8).

BACA JUGA: Harga Kebutuhan Pokok Stabil

Menurut Hidayat, pertumbuhan PDB itu menjadi salah satu faktor utama pengusaha untuk menanamkan modalnya, baik dalam bentuk investasi baru maupun peningkatan kapasitas. Sebab, di situ akan terlihat daya beli masyarakat. Jika daya beli masyarakat semakin tinggi, sektor produksi bakal digenjot.

Hidayat mengungkapkan, saat ini ada beberapa perusahaan yang telah menunda realisasi investasinya. Pengusaha itu, lanjut dia, bakal melihat apakah situasi perekonomian Indonesia stabil.

BACA JUGA: Paket Kiriman Motor Mudik Meningkat

"Belum ada yang mencabut investasinya, tapi ada beberapa yang menunda. Mereka akan melihat dulu apakah tekanan inflasi, pelemahan rupiah itu, akan berpengaruh pada tingkat daya beli. Jika masih tinggi, tidak akan ada masalah bagi mereka," terangnya.

Menurut pengamatan Hidayat, sejauh ini daya beli masyarakat masih cukup tinggi. Karena itu, dia masih optimistis Indonesia masih dijadikan target tujuan investasi.

BACA JUGA: Rumus 3C Agar Terhindar dari Kejahatan Investasi

Hidayat menambahkan, saat ini dunia usaha dan pemerintah masih berusaha agar pertumbuhan perekonomian bisa mencapai 6 persen. Sebab, jika pertumbuhan perekonomian dan investasi turun, kesempatan kerja akan kian sempit. Menurut Hidayat, dampak itu jauh lebih penting daripada dampak yang lain.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi justru pesimistis dengan keadaan perekonomian ke depan. Bahkan, dia yakin pertumbuhan perekonomian hingga akhir tahun ini tidak akan mencapai 6 persen. "Jika Indonesia bisa mencapai 5,7 persen hingga 5,8 persen saja itu sudah bagus," cetusnya.

Menurut Sofjan, saat ini yang harus dilakukan pemerintah ialah mengurangi impor produk yang bukan kebutuhan vital. Misalnya belanja mobil mewah impor dan pesawat yang transaksinya memberatkan neraca perdagangan.

Mengurangi impor, tutur dia, merupakan satu-satunya jalan. Sebab, saat ini harga komoditas ekspor utama Indonesia seperti sawit sedang turun. Jika penghematan itu tidak dilakukan, Sofjan khawatir tahun depan Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan yang lebih hebat.

Sementara untuk investasi, Sofjan sudah melihat adanya penurunan. Penurunan tersebut terlihat sejak awal tahun ketika Indonesia menetapkan upah maksimum kerja yang tinggi serta kenaikan tarif listrik dan harga BBM.

Ada beberapa perusahaan yang berniat melakukan eksodus ke Filipina dan Myanmar. "Indikasi penurunan investasi ini salah satunya penurunan impor barang modal," ucapnya.

Penurunan barang modal, lanjut Sofjan, bisa dijadikan indikasi terhadap realisasi investasi 6-9 bulan ke depan. Penurunan barang modal itu terlihat sejak kuartal pertama. Sehingga dia memprediksi pada kuartal II dan IV nanti bakal terlihat perlambatan investasi. Jika penurunan impor barang modal terus berlanjut hingga kuartal IV nanti, Indonesia harus berhati-hati pada 2014. (uma/c9/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dorong Edukasi Konsumen Agar Tak jadi Korban Investasi Bodong


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler