jpnn.com, JAKARTA - Polri berencana mengembalikan uang hasil pemerasan sebesar Rp 2,5 miliar kepada korban penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) yang dilakukan sejumlah polisi.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengatakan tindakan itu membuktikan institusi Polri tidak serius menuntaskan kasus yang melibatkan anggotanya ke ranah pidana dan cukup berhenti di Komisi Kode Etik Polri (KKEP).
BACA JUGA: IPW Minta Masyarakat Menunggu Hasil Penyelidikan Kasus Penembakan di Semarang
"Pasalnya, kalau institusi Polri merupakan penyidik seperti yang diamanatkan oleh peraturan perundangan dan menurut hukum uang yang disita itu adalah merupakan barang bukti hasil kejahatan," kata dia dalam siaran persnya, Senin (6/1).
Sehingga, kata Sugeng, apabila uang yang disita dikembalikan maka tidak ada barang bukti yang bisa dijadikan penyidik untuk menjerat pelaku yang juga anggota Polri tersebut.
BACA JUGA: IPW: Presiden Prabowo yang Menentukan Posisi Wakapolri
Dia menyebut barang bukti itu seharusnya dibawa ke peradilan dan nanti hakim yang memutus perkara pemerasan terhadap Warga Negara Malaysia untuk menentukan apakah uang yang disita dimasukkan ke kas negara atau dikembalikan kepada para korban atau dimusnahkan.
"Polisi sebagai penyidik tidak memiliki kewenangan menetapkan status lebih lanjut atas barang bukti uang Rp 2,5 miliar itu selain menyita sesuai hukum dan menjadikannya sebagai barang bukti hasil kejahatan pemerasan," beber Sugeng.
BACA JUGA: Ipda Rudy Soik Dipecat setelah Ungkap Mafia BBM, IPW Sentil Kapolri
Oleh karena itu, IPW menilai yang dibutuhkan oleh Institusi Polri adalah ketegasan dan komitmen memberantas polisi-polisi nakal.
Hal ini sesuai yang disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dengan memberi perintah tegas kepada jajarannya agar tak segan memberi hukuman kepada anggota yang melanggar hukum.
Sehingga, kata Sugeng, apabila Propam Polri melakukan pengembalian uang Rp 2,5 miliar kepada korban pemerasan penonton DWP, maka hal itu merupakan pengkhianatan terhadap janji Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang akan mempidanakan anggotanya yang melanggar hukum.
Saat ini sidang Komisi Kode Etik Polri telah memutuskan tiga anggota Polri di-PTDH dalam kasus pemerasan penonton DWP yang berlangsung di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat. Mereka yaitu Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Simanjuntak, Kasubdit III Dirresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Malvino Edward Yusticia, dan Eks Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKP Yudhy Triananta Syaeful.
Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak dan AKP Yudhy Triananta Syaeful dipecat dalam sidang etik pada Selasa (31 Desember 2024). Sementara AKBP Malvino Edward Yusticia (MEY) dipecat dalam sidang etik pada Kamis (2 Januari 2025) lalu.
"IPW menilai aneh putusan PTDH terhadap Donald Parlaungan Simanjuntak yang perannya “hanya tahu tapi tidak menindak”. Hal ini merupakan putusan ambigu karena diartikan lalai," kata Sugeng.
Dia pun menilai Donald Parlaungan Simanjuntak tidak sepatutnya dipecat dengan alasan karena tidak melarang dan menindak anggotanya yang memeras.
"Dengan begitu, putusan dari Sidang Komisi Kode Etik Polri ini, akan menjadi celah di dalam tingkat banding, akan tetjadi putusan yakni dari PTDH ke demosi. Hal ini seperti terjadi pada anggota yang terlibat dalam kasus Ferdy Sambo dan naik pangkat," kata Sugeng.
Oleh karenanya, putusan kasus pemerasan penonton DWP oleh anggota Polri yang ramai diperbincangkan oleh masyarakat itu, akan menjadi acuan langkah institusi Polri di tahun 2025 dan tahun-tahun berikutnya di era Presiden Prabowo.
"Sikap dari Presiden Prabowo sebagai pimpinan langsung dari lembaga Polri sangatlah ditunggu," pungkas Sugeng. (cuy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Kasus DWP, AKBP Malvino Dipecat Secara Tidak Hormat dari Polri
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan