Iran Balas Serangan Kebijakan Imigrasi Trump

Senin, 30 Januari 2017 – 12:33 WIB
Presiden AS, Donald Trump. Foto: AFP

jpnn.com - jpnn.com -Pemerintah Iran bereaksi setelah menjadi salah satu sasaran kebijakan imigrasi yang diteken Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Ya, Iran bersama enam negara lain; Irak, Syria, Sudan, Somalia, Libya, dan Yaman menjadi tujuh negara Islam kena Muslim Ban, kebijakan AS (Trump) menyetop sementara visa kunjungan masuk ke Negeri Paman Sam.

BACA JUGA: Kemenlu Keluarkan Imbauan buat WNI di AS

Iran langsung mengeluarkan kebijakan balasan. Negeri yang baru saja terlepas dari sanksi ekonomi tersebut menyetop visa kunjungan penduduk AS.  "Tidak seperti AS, kebijakan kami tidak berlaku surut," ujar Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, Minggu (29/1).

Pemerintah Iran pantas berang. Sebab, penduduknya tidak pernah bermasalah di AS. Ada lebih dari satu juta penduduk Iran yang tinggal di AS. Kebanyakan kalangan intelektual. Larangan keluar masuk AS yang diberlakukan oleh Trump bakal membuat sulit mahasiswa, pebisnis, dan keluarga mereka yang kerap bepergian antardua negara. Perusahaan-perusahaan travel sudah menghentikan penjualan tiket ke AS.

BACA JUGA: 187 Staf Google Kena Dampak Aturan Imigrasi Trump

Zarif menegaskan, langkah yang diambil Trump kontradiktif dengan tujuan mencegah terorisme. Sebab, kebijakan tersebut justru merupakan pembakar semangat para ekstremis. Kini mereka memiliki banyak alasan untuk menyerang AS dan merekrut orang sebanyak-banyaknya. ”Larangan terhadap muslim akan dicatat dalam sejarah sebagai hadiah terbesar bagi para ekstremis dan pendukungnya,” tegas Zarif.

Perlawanan tidak hanya datang dari luar AS. Dari dalam negeri, University of Michigan misalnya, mereka menolak untuk mengungkapkan status keimigrasian para mahasiswanya. Padahal, universitas-universitas lain memilih untuk memanggil satu per satu mahasiswa dari tujuh negara tersebut.

BACA JUGA: AS akan Telepon Putin Untuk Pertama Kalinya

”University of Michigan menyambut dan mendukung mahasiswa tanpa memandang status keimigrasian mereka,” ujar pernyataan pihak universitas. ”Kami tidak akan menyediakan informasi status keimigrasian kepada siapa pun, kecuali dibutuhkan oleh hukum,” tambahnya.

Kebijakan imigrasi Trump juga sudah digugat dan kalah di pengadilan. Yang menggugat adalah American Civil Liberties Union (ACLU). Gugatan ACLU memang tidak berlaku secara nasional untuk seluruh orang yang terdampak kebijakan Muslim Ban. Mereka mengajukan gugatan untuk dua warga Irak yang masuk AS.

Salah satunya adalah Hameed Khalid Darweesh yang bekerja sebagai penerjemah pasukan AS di Irak. Mereka tertahan di Bandara Internasional John F. Kennedy (JFK), New York, dan terancam dideportasi. Keduanya dibebaskan Sabtu (28/1).

Hakim Federal New York Ann Donnelly mengabulkan gugatan tersebut. Bukan hanya untuk dua warga Irak itu, melainkan untuk seluruh orang dari tujuh negara dalam daftar hitam Trump yang terdampar di Bandara JFK. Menurut Donnelly, ada bahaya yang menunggu jika orang-orang yang ditahan di bandara tersebut langsung dideportasi ke negara masing-masing. Kebijakan Donnelly tersebut berimbas kepada 100–200 orang yang sempat ditahan di bandara.

”Kemenangan… Pengadilan hari ini bekerja sebagaimana mestinya, yaitu sebagai benteng terhadap penyalahgunaan pemerintah serta kebijakan dan perintah yang tidak sesuai dengan konstitusi,” tulis pihak ACLU di akun Twitter-nya.

Kemenangan gugatan di New York tersebut membuat negara-negara bagian lain melakukan hal serupa. Gugatan juga diajukan di Virginia, Massachusetts, dan Washington. Pengadilan di Virginia bahkan telah mengeluarkan putusan yang melarang petugas imigrasi mendeportasi orang-orang yang memegang visa, green card (izin tinggal permanen), maupun surat resmi lain yang memperbolehkan mereka masuk AS. Putusan tersebut berlaku selama tujuh hari ke depan.

Kebijakan terbilang berwarna diskriminatif Donald Trump itu juga membuat kejahatan atas nama kebencian terhadap muslim meningkat di AS. Sabtu pagi waktu setempat masjid di Victoria, Negara Bagian Texas, dibakar. Masjid yang dibangun pada 2000 tersebut hancur.

Imam masjid mengecek CCTV online yang terdapat di masjid tersebut pada dini hari. Ternyata ada pintu yang tidak terkunci, tapi alarm tidak aktif. Karena khawatir, dia akhirnya datang ke masjid. Ketika dia tiba, api sudah menjalar dan pemadam telah datang. Itu bukan kali pertama masjid tersebut diserang.

Pada 2013 ada orang yang menorehkan tulisan-tulisan bernada kebencian.

Lalu, pada 21 Januari lalu ada yang masuk untuk mencuri laptop dan beberapa peralatan lain. Pada 7 Januari lalu masjid yang tengah dibangun di Lake Travis, Austin, Texas, juga dibakar. (afp/reuters/cnn/bbc/time/sha/c11/sof/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Aktris Iran Boikot Academy Awards


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler