jpnn.com, JAKARTA - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo dari jabatan Kadiv Propam Polri demi transparansi dan akuntablitas penanganan kasus baku tembak antaranggota yang menewaskan Brigadir J.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan langkah Kapolri Jenderal Listyo menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo perlu diapresiasi.
BACA JUGA: Ini Alasan Kapolri Jenderal Listyo Menonaktifkan Irjen Ferdy SamboÂ
Menurut dia, perlu langkah lanjutan agar keputusan itu tidak dianggap karena adanya tekanan publik dan politik, melainkan sesuatu yang bersifat pro justitia dan berdasarkan profesionalisme.
Khairul Fahmi mengatakan langkah lanjutannya adalah di internal Polri, antara lain, membebastugaskan sejumlah pejabat dan perwira Polri lainnya.
BACA JUGA: Irjen Ferdy Sambo Dinonaktifkan sebagai Kadiv Propam, Hotman Paris: Hebat Pak Kapolri!
Hal ini untuk mendalami peran dan andil mereka dalam hal kebijakan 'penundaan' pengungkapan peristiwa tewasnya Brigadir J, sehingga memicu spekulasi dan reaksi negatif yang memengaruhi kepercayaan publik terhadap institusi Polri.
"Misalnya sejumlah pejabat di jajaran Divisi Propam Polri hingga Kapolres Metro Jakarta Selatan," kata dia saat dikonfirmasi melalui pesan instan di Jakarta, Senin (18/7) malam.
BACA JUGA: Diduga Ada yang Sengaja Menghilangkan Barang Bukti Kasus Penembakan di Rumah Ferdy Sambo
Khairul Fahmi bahkan mendesak Polri memberikan klarifikasi terkait motif Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran mengunjungi Irjen Ferdy Sambo yang pada saat kejadian belum jelas duduk perkaranya.
"Saya kira motif Kapolda Metro Jaya yang dipublikasikan mengunjungi Irjen Sambo juga perlu diklarifikasi. Mengingat Irjen Sambo adalah salah satu pihak terkait dalam kasus tewasnya Brigadir J yang belum jelas duduk perkaranya dan telah menjadi atensi publik," katanya.
Seperti diketahui, jabatan Kadiv Propam Polri dialihkan kepada Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono terhitung mulai Senin (18/7) ini.
Sebelumnya, pada Jumat (8/7), Brigadir Nopryansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J tewas dalam baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo di kawasan Jakarta Selatan. Peristiwa itu diduga dilatarbelakangi terjadinya pelecehan dan penodongan pistol terhadap P, istri Irjen Ferdy.
Profesional
Khairul Fahmi mengingatkan Polri harus profesional dalam mengungkap kasus baku tembak antaranggota yang menewaskan Brigadir J, di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.
"Sesuai komitmen Kapolri, kami berharap Polri berpegang teguh pada profesionalisme dengan menegaskan hukum tanpa pandang bulu, transparan dan berkeadilan," kata Khairul.
Menurut Khairul, pengungkapan kasus tewasnya Brigadir J tidak perlu dilakukan secara tergesa-gesa, tetapi bukan berarti memperlambat. Karena itu penanganan kasus perlu dilakukan secara serius, cermat, dan penuh kehati-hatian.
Dia mengatakan data yang disampaikan oleh pihak keluarga semestinya bisa menjadi informasi awal untuk mengembangkan penyelidikan.
Apabila ada ketidakpuasan dari pihak keluarga atas penyelidikan tersebut, maka bisa digunakan sebagai dasar untuk meminta penelitian forensik yang independen sebagai opini pembanding.
"Soal apakah Brigadir J dieksekusi, itu spekulatif. Tanpa bukti dan keterangan yang cukup, hal itu hanya sebatas praduga dan tak bisa menjadi kesimpulan," ujarnya pula.
Khairul berpendapat Polri juga perlu memahami bahwa yang dibutuhkan masyarakat saat ini bukan hanya ketepatan dan kecermatan tetapi juga kecepatan.
Jangan sampai anggapan bahwa Polri melakukan pengungkapan dan penanganan perkara karena adanya tekanan publik dan politik terus berulang.
“Untuk memperbaiki situasi agar prasangka tidak meluas, meningkatkan ketidakpercayaan publik dan memperburuk citra Polri, maka perkembangan penyelidikan oleh timsus juga perlu diinformasikan secara berkala. Misalnya dengan mengumumkan penonaktifan Irjen Ferdy Sambo hari ini," ujarnya. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi