jpnn.com, JAKARTA - Polri mengerahkan Satuan Tugass Pangan Daerah (Satgasda) untuk mendalami adanya dugaan kartel minyak goreng.
Kepala Satgas Pangan Polri Irjen Helmy Santika mengatakan bahwa Satgasda itu akan melakukan monitoring dan penyelidikan di wilayah masing-masing.
BACA JUGA: Bongkar Pasang Kebijakan, YLKI Desak KPPU Telusuri Dugaan Kartel Minyak Goreng
“Saat ini masih kami dalami adanya dugaan kartel (minyak goreng), untuk itu kami arahkan Satgasda untuk melakukan monitoring dan penyelidikan di wilayah masing-masing,” kata Irjen Helmy Santika saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (23/3).
Jenderal bintang dua ini mengatakan Satgasda akan dibantu oleh Satgas Pangan Polri guna mengumpulkan bahan keterangan di lapangan dalam rangkaian penyelidikan tersebut. “Kami juga turunkan tim satgas pangan pusat,” tegas alumnus Akademi Kepolisian (Akpol) 1993, itu.
BACA JUGA: Hentikan Praktik Kartel, PRIMA Apresiasi Langkah KPPU Panggil Produsen Besar Minyak Goreng
Terkait fenomena tingginya harga minyak goreng setelah pemerintah mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak kemasan, serta berlimpahnya stok minyak goreng kemasan di ritel, Helmy menilai hal itu disebabkan oleh naiknya harga baku utama minyak goreng sawit (MGS).
“Tingginya harga minyak goreng lebih disebabkan naiknya bahan baku utama MGS,” ujarnya.
BACA JUGA: 1.969 Orang Ikut Tanda Tangan Petisi, Tuntut Kartel Minyak Goreng Dilibas
Berdasarkan pemantauan Satgas Pangan Polri, fenomena saat harga sesuai HET, terjadi kelangkaan barang di gerai modern namun di pasar tradisional stok tersedia banyak dengan harga di atas HET.
Selain itu, ditemukan penjualan lewat media sosial dengan harga sesuai HET.
Irjen Helmy Santika menyebutkan kelangkaan minyak goreng yang terjadi saat itu, khususnya pada gerai ritel modern, lebih disebabkan aksi borong atau punic buying karena disparitas harga yang cukup besar dengan pasar tradisional.
Sementara, di pasar tradisional rantai pasok cukup panjang dengan margin yang tidak diatur dan diserahkan pada mekanisme pasar. Hal ini, lanjut Helmy, menyebabkan harga yang sampai ke konsumen akhir di atas HET yang ditetapkan pemerintah.
Dia juga menekankan Satgas Pangan Polri tengah mendalami fenomena banyaknya stok minyak goreng setelah kebijakan HET minyak kemasan dianulir pemerintah.
“Banyaknya stok minyak goreng khususnya kemasan setelah pengembalian harga sesuai acuan keekonomian, sedang kami dalami,” kata mantan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, itu.
Irjen Helmy Santika mengungkapkan hingga saat ini Satgas Pangan Polri belum menemukan adanya praktik mafia (persekongkolan besar, masif dan terstruktur melibatkan banyak pihak) minyak goreng di lapangan.
Namun demikian, Satgas Pangan Polri menemukan di lapangan cukup banyak pedagang dadakan, "reseller" dan pelaku usaha yang tidak mengikuti kebijakan pemerintah.
“Sampai saat ini tidak ditemukan praktik (mafia) seperti itu. Sementara ini temuan kami lebih personal pelaku usaha bukan mafia minyak goreng,” ujar Irjen Helmy Santika. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy