Irjen Herry Heryawan Raih Gelar Doktoral, Berhasil Pertahankan Disertasi soal Papua

Senin, 04 Maret 2024 – 16:14 WIB
Staf Khusus Mendagri RI Bidang Keamanan dan Hukum Irjen Herry Heryawan di Gedung Tri Brata, STIK Lemdiklat Polri, Jakarta, (4/3). Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Staf Khusus Mendagri RI Bidang Keamanan dan Hukum Irjen Herry Heryawan lulus dalam sidang terbuka promosi doktoral Ilmu Kepolisian di Gedung Tri Brata, STIK Lemdiklat Polri, Jakarta, Senin (4/3).

Herimen sapaan akrab Herry Heryawan mampu mempertahankan disertasi berjudul Upaya Pemolisian dalam Menghadapi Kompleksitas Persoalan di Papua: Penguatan Pelibatan Sosial dalam Pemerintahan, Pembangunan, dan Perdamaian dalam sidang terbuka yang dipimpin oleh Direktur Program Pascasarjana KIK Brigjen Indarto.

BACA JUGA: Peringatan dari Irjen Herry Nahak, Menampung Terduga Teroris Bisa Dipidana

Irjen Herry juga bisa menjawab seluruh pertanyaan para penguji sidang, yakni Kabaharkam Polri Komjen Muhammad Fadhil Imran, hingga Guru Besar PTIK-STIK Irjen Chrysnanda Dwilaksana.

Kemudian, penguji lainnya ialah akademisi sekaligus Anggota DKPP 2022-2027 J. Kristiadi, Dekan FISIP UI Semiarto Aji Purwanto, Guru Besar Unpad Muradi, Guru Besar STF Driyarkara Setyo Wibowo, dan Dosen UI Tony Rudyansyah.

BACA JUGA: Kasus Tewasnya Herman: Komnas HAM Minta Keterangan Irjen Herry, Ini Kesimpulannya

Adapun, promotor dan co-promotor sidang doktoral masing-masing ialah Bambang Shergi Laksmono, Robertus Robert, dan Djuni Thamrin. 

Herry dalam sidang doktoral mengungkapkan lima akar persoalan yang mengakibatkan konflik masih terjadi di Papua.

BACA JUGA: Kini Berpangkat Irjen, Herry Heryawan Jadi Stafsus Mendagri Tito Karnavian

Persoalan itu di antaranya masih terjadi permasalahan hak asasi manusia, kesejahteraan yang belum terselesaikan, diskriminasi dan marginalisasi, diskursus mengenai status politik dan etno-nasionalisme yang terus berkembang di dalam negeri maupun luar negeri, dan kehadiran aparat terlalu besar.

Menurutnya, Polri yang memiliki tugas dalam menjaga keamanan bisa mengedepankan dialog menyelesaikan persoalan di Papua.

"Dengan mengedepankan dialog yang humanis kepada masyarakat, namun tegas terhadap kelompok yang mengganggu keamanan dan ketertiban," ujar Herry.

Alumnus Akpol 1996 itu menggunakan pendekatan kualitatif sebagai metode penelitian dalam disertasi doktoralnya.

Dari situ, Herry mampu menemukan permasalahan yang ada sekaligus memberikan masukan menjawab persoalan di Papua.

Pertama, kata dia, penekanan kesetaraan dalam penegakan hukum melalui berbagai aturan internal Polri seperti Perkap, maklumat, maupun Perkaba diakui telah mengubah prilaku anggota kepolisian menjadi lebih humanistik dan dialogis. 

Kedua, lanjut Herry, restorative justice memungkinkan masyarakat OAP untuk mendapatkan keadilan yang lebih komprehensif dengan berbasis pada kepekaan antropologisnya. 

"Ini memberikan ruang yang lebih luas untuk mengurai salah satu akar masalah di Papua, yakni diskriminasi dan marginalitas," ujar dia.

Mantan Dirsidik Densus 88 itu melanjutkan temuan lain yang juga penting ialah perubahan wajah pelayanan publik di Papua melalui strategi Binmas Noken dan pelayanan kepolisian sehari-hari. 

Dalam paparannya, Herry menjelaskan, Binmas Noken dan daily service berbasis kesetaraan dan akuntabilitas, memberikan dampak langsung pada penghentian diskriminasi oleh kepolisian kepada Orang Asli Papua (OAP).

"Dua dimensi di tersebut, secara tidak langsung juga meningkatkan sensibilitas dan pemahaman anggota kepolisian terhadap Hak Asasi Manusia," ujar dia.

Sementara itu, Kabaharkam Polri Komjen Fadil Imran dalam nasihat akademiknya berpesan kepada Herry untuk selalu memajukan disiplin ilmu yang menjadi titik pijak dalam meraih gelar doktornya dan mengerjakan beban akademis untuk selalu melakukan pengabdian untuk masyarakat luas.

Menurut Fadil, polisi ini itu tidak cukup hanya dengan memiliki kemampuan teknis dan leadership. 

Dia mengatakan seorang pemimpin Polri yang paripurna itu harus memiliki background akademis serta knowledge yang memadai selain kemampuan dan kematangan religius.

"Saya selalu bilang kalau mau menjadi pimpinan Polri yang memiliki daya saing dia harus memiliki minimal lima, yakni memiliki kemampuan teknis, leadership, kematangan religius, kemudian knowledge komunikasi yang baik, dan jaringan sosial yang kuat," ujarnya. (ast/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mantan Presiden hingga eks Kapolri Bakal Cecar Hasto di Sidang Doktoral Besok


Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler