jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyelenggarakan Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi, Whistle Blowing System (WBS), dan Penanganan Benturan Kepentingan pada Senin, 25 April 2022.
Sosialisasi itu bertujuan untuk mendukung implementasi core value aparatur sipil negara (ASN) yang diluncurkan Presiden Jokowi pada 2021 lalu.
BACA JUGA: KPK Lacak Aliran Korupsi, Boyamin Mengaku Berteman dengan Bupati Banjarnegara
Dalam implementasinya, para ASN harus berAKHLAK, yaitu berorientasi pelayanan, akuntabel, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif.
Plt. Direktur Jenderal (Dirjen) Diktiristek Nizam menyebut sangat penting untuk memastikan perguruan tinggi menjadi zona berintegritas, bebas korupsi, bersih, dan memiliki semangat memberikan pelayanan bagi setiap mahasiswa dan pemangku kepentingan.
BACA JUGA: Janda Rachma yang Bikin Kasatpol PP Gelap Mata bukan Wanita Biasa, Prestasinya Wow
Dia mengatakan Ditjen Diktiristek sejak dua tahun lalu sudah mencanangkan semboyan SIGAP MELAYANI yang merupakan akronim dari pelayanan dengan Senyum dan Semangat, Integritas, Gotong-royong, Amanah, dan Profesional.
"Berbagai transformasi sudah dilakukan untuk mewujudkan semangat SIGAP Melayani, seperti sistem layanan yang berbasis daring, transparansi layanan yang dipantau oleh pengusul, dan pembayaran secara cashless," ucap Nizam.
BACA JUGA: Tegaskan Status Temple Mount, Israel Hanya Izinkan Muslim
Pada kesempatan itu, Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbudristek Chatarina Girsang mengungkap berdasarkan data penilaian integritas KPK pada 2021, hanya 38,3 persen pegawai di seluruh kementerian, lembaga, dan pemerintahan daerah yang berani melaporkan korupsi yang mereka lihat dan dengar.
Oleh karena itu, dia menyebut penting untuk menanamkan budaya antikorupsi di lingkungan ASN pusat hingga daerah.
Sebab, pihak yang berpotensi mengetahui adanya tindakan koruptif berasal dari internalnya sendiri, kemudian termasuk LSM.
Chatarina menyatakan korupsi termasuk kejahatan yang terorganisir, sistematis, serta tidak dapat dilakukan sendiri, baik sebagai pemberi atau penerima gratifikasi.
Terkait sanksi, Itjen Kemendikbudristek merekomendasikan pemberian hukuman disiplin, pengembalian kerugian negara, dan pelimpahan wewenang kepada aparat penegak hukum.
"Peran whistleblower sangat besar melindungi negara dari kerugian yang lebih parah dan pelanggaran hukum yang terjadi," ucapnya.
BACA JUGA: Viral Anggota Banser Ditampar Kiai, Ini yang Terjadi
Menurut Pemeriksa Gratifikasi dan Pelayanan Publik Utama KPK Muhammad Indra Furqon, survei partisipasi publik tahun 2019 menunjukkan hanya 13 persen responden dari segmen pemerintah yang pernah melapor adanya praktik gratifikasi, padahal tindakan gratifikasi ditemukan pada 91 persen instansi yang mengikuti survei.
Furqon menganggap rendahnya angka pelaporan gratifikasi itu disebabkan kurangnya pemahaman, ataupun khawatir berdampak buruk bagi dirinya pribadi.
Furqon menyebut seharusnya semua pejabat memiliki integritas, bertindak sesuai norma, etika, dan perilaku yang baik. Juga mampu untuk mencerminkan citra positif kepada penerima layanan.
BACA JUGA: Perbuatan Bripda PS Memalukan Sekali, Pantas Dipecat dari Polri
“Jika tidak bisa menolak gratifikasi, maka, terima lalu laporkan sebelum 30 hari kerja di aplikasi mobile Gratifikasi OnLine (GOL KPK) untuk menjaga integritas kita,” ungkapnya. (esy/fat/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Mesyia Muhammad