Irjen Napolean Bonaparte Menganiaya Muhammad Kece, Trubus: Jangan Terprovokasi

Selasa, 21 September 2021 – 23:24 WIB
Trubus Rahadiansyah. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Penganiayaan tersangka ujaran kebencian agama Muhammad Kosman atau Muhammad Kece (MK) oleh rekan penghuni rutan Bareskrim Irjen Napoleon Bonaparte (NB), secara sosiologis merupakan fenomena buruknya hubungan individual pelaku dan korban di dalam tahanan.

Ahli sosiologi hukum Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan tindakan Irjen Napoleon Bonaparte dianggap tidak proporsional dengan mengangkat alasan membela agama Islam atas perbuatannya kepada publik melalui surat terbuka.

BACA JUGA: Bareskrim Segera Umumkan Tersangka Penganiayaan Muhammad Kece

“Jadi, kalau ditinjau secara sosiologi, ada interaksi antara NB dan MK, di mana dalam interaksi itu tidak berlangsung harmonis,” tutur Trubus, Selasa (21/9/2021).

Menurut Trubus, dalam sosiologi hukum ada pihak yang memperoleh perlakuan sebagai stimulus pesan yang dimaknai secara berbeda. Dengan pelaku NB dan korban adalah MK, maka perkara ini bersifat individual.

BACA JUGA: Eks Anggota FPI Bantu Irjen Napoleon Aniaya M Kece, Novel Bamukmin Bilang Begini

“NB tidak mewakili atribut sosial sebagai seorang polisi ataupun karena beragama Islam. Maka, ini bukan perilaku institusional. Begitu pula dengan Muhammad Kece, dia tidak mewakili perilaku institusional dirinya sebagai korban. Saya tidak tahu atribut apa yang melekat dengan MK, kalau NB kan semua orang mengenalinya dengan latar belakang polisi,” tegasnya.

Trubus menilai isu ini unik, karena tiba-tiba publik dihebohkan dengan surat terbuka dari NB yang mengakui dirinya telah melakukan penganiayaan MK di dalam rutan. Padahal, sebelumnya publik sendiri tidak memahami ada permasalahan ini.

BACA JUGA: Surat Terbuka Napoleon Mempertegas Motif Menganiaya Muhammad Kece

“Dalam surat terbuka itu, kemudian NB melakukan pembelaan bahwa penganiayaan dilakukan atas dasar membela agama. Ini kan yang akhirnya menimbulkan sentimen argumen di publik,” ujar Trubus.

Ketika kita membaca utuh surat terbuka yang beredar di media, lanjut Trubus, NB juga mengungkapkan MK dianggap memecah belah persatuan dan kesatuan. Tanpa disadari, tindakan NB yang dalam sosiologi dinilai tidak proporsional, akan menggiring pada pro dan kontra opini di masyarakat.

“Poin saya dalam hal itu adalah jangan melihat apa yang tersuratnya, tetapi lihat meaning (makna) yang akhirnya mempertontonkan sebuah akrobat isu tertentu. Yang diasumsikan, karena kepentingannya NB tidak terpenuhi,” tegas Trubus.

Dilihat dari kronologi permasalahannya, Trubus mengutip dari situs JPNN, menerangkan bahwa ada keterangan Pendeta Saifudin Ibrahim yang merupakan kerabat MK sudah menyampaikan keterangan kepada media bahwa kejadian penganiayaan dilakukan sehari setelah MK masuk rutan Bareskrim.

Di situ disebutkan bahwa kejadian penganiayaan terjadi pukul 01:00 hingga pukul 03:00. Kemudian MK melaporkan kejadian ini pada Bareskrim, dan diproses dengan membuat laporan kepolisian (LP) tertanggal 26 Agustus.

“Jadi, isu ini baru ramai diperbincangkan publik hampir satu bulan pasca kejadian. Jadi, itulah mengapa saya sebutkan tadi, isu ini harus dibaca secara apa yang tersirat atau meaning (makna), bukan saja apa yang tersurat,” terangnya.

Trubus berpesan agar masyarakat jeli melihat permasalahan ini. Perkara ini terlihat memiliki rancang bangun untuk membuat segala sesuatunya, yang akhirnya digiring bisa untuk memojokkan atau membenarkan salah satu pihak.

“Jangan terprovokasi. Ini masalah individu, bukan masalah atribut sosial sebagai muslim,” pungkas Trubus.(fri/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Alih Kelola Blok Rokan, Momentum Wujudkan Kemandirian Energi


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler