Ironis, Kaum Terpelajar Paling Banyak Langgar Lalu Lintas

Senin, 13 November 2017 – 17:32 WIB
Ilustrasi tilang. Foto: Hadi Aris Iskandar/Kaltara Pos/JPNN

jpnn.com, SURABAYA - Operasi Zebra Semeru 2017 memasuki hari ke-13 di Surabaya. Berdasar data yang terkumpul, terbukti masih banyak pelanggaran yang terjadi.

Yang membuat prihatin, mayoritas pelanggar adalah kaum terpelajar.

BACA JUGA: Duh, 591 Pelajar Kena Tilang Polisi

Mereka rata-rata berusia 16-20 tahun atau masih duduk di bangku sekolah/perguruan tinggi.

Pelanggaran yang dilakukan juga beragam pada setiap umur. Contohnya, pada umur 16-18 tahun.

BACA JUGA: Kena Operasi Zebra, Anak Pengacara Protes Kena Tilang

Petugas biasanya menindak mereka yang belum memiliki SIM, tapi tetap memaksakan diri untuk berkendara.

Alasannya pun klasik. Mereka membutuhkan alat transportasi yang praktis.

BACA JUGA: Razia, 230 Pemotor Ditilang di Depan Terminal

Sementara itu, transportasi umum bukanlah pilihan. Akibatnya, mereka nekat menggunakan kendaraan pribadi.

Meskipun berdasar aturan, mereka belum diperbolehkan menyetir. "SIM ada batasan umurnya," ucap Kasatlantas Polrestabes Surabaya AKBP Adewira Negara Siregar.

Pemegang SIM minimal harus berusia 17 tahun. Alasannya, emosi mereka yang di bawah usia itu masih labil dan gampang tersulut.

Jangan heran bila di jalanan mereka bisa membahayakan pengguna jalan lainnya. Dalam Operasi Zebra kali ini, Adewira ingin memberikan shock therapy.

Tujuannya, mereka tidak lagi melanggar. Caranya melakukan penindakan secara tegas.

Yang berada di posisi kedua adalah mereka yang memiliki SIM, tapi masih tetap melakukan pelanggaran.

Pelanggar tersebut berusia 19-25 tahun. Mereka adalah mahasiswa dan para karyawan.

"Jumlah mereka memang banyak. Jadi, pelanggarnya juga banyak," ucap polisi asli Medan tersebut.

Nah, pelanggarannya juga bermacam-macam. Bergantung kendaraan apa yang mereka gunakan.

Pengguna sepeda motor dan mobil memiliki jenis pelanggaran yang berbeda. Namun, mereka memiliki satu kesamaan.

Pelanggaran yang mereka lakukan biasanya dianggap sepele. Misalnya, parkir di pinggir jalan hingga putar balik di tempat yang dilarang.
"Memang terdengar sepele, tapi pelanggaran semacam itu bisa mencelakakan," tambah perwira dengan dua melati di pundak tersebut.

Dalihnya, para pelanggar itu mengaku sedang terburu-buru sehingga tidak sempat memperhatikan rambu lalu lintas.

Kendala di jalan pun lebih banyak ditemui. Sebab, mereka masih memikirkan diri sendiri. Mulai kemacetan hingga kecelakaan.

Di mana pelanggaran banyak terjadi? Dia menjelaskan, pelanggaran terjadi di sekolah, kampus dan sekitarnya, serta perkantoran. Sebab, kawasan tersebut memiliki arus masuk dan keluar kendaraan lebih tinggi.

Pelanggaran yang terjadi di kawasan perkantoran, antara lain, melawan arus hingga parkir sembarangan. Terapi yang diberlakukan untuk kawasan tersebut pun berbeda.

Biasanya akan ditempatkan tambahan personel. Mereka bertugas memelototi para pengguna jalan dan menanggulangi problem yang terjadi. Misalnya, mengurai lalu lintas hingga melakukan penindakan.

"Karena tidak bisa dikurangi, akhirnya ditanggulangi dampaknya," jelasnya.

Dia berharap masyarakat lebih patuh setelah operasi selesai. Mereka tidak lagi melanggar di mana pun meski tidak ada polisi yang berjaga di lokasi tersebut.

Karena itu, masyarakat memiliki kesadaran untuk tertib berlalu lintas dengan sendirinya. (bin/c16/git/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Operasi Zebra, Pelanggar Didominasi Pengendara Sepeda Motor


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler