Ironis, Penerima Nobel Perdamian Justru Diam saat Muslim Rohingya Dibantai

Sabtu, 02 September 2017 – 16:06 WIB
Aung San Suu Kyi. Foto: AFP

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin yang membidangi urusan luar negeri menyatakan, komunitas ASEAN harus kompak menekan Myanmar agar menghentikan kekerasan terhadap etnis minoritas Rohingya di Rakhine. Menurutnya, Iduladha menjadi momen penting untuk menyuarakan pembelaan kepada kaum terindas.

Hasanuddin mengatakan, hingga pekan ini saja sudah lebih dari 100 muslim Rohingya tewas. Politikus PDI Perjuangan itu menegaskan, hak-hak seluruh pengungsi maupun etnis Rohingya harus dikembalikan, serta mendapat jaminan perlindungan dari negara yang pernah dikuasai junta militer itu.

BACA JUGA: Pembantaian Rohingya Memilukan, Aung San Suu Kyi Membuat Situasi Makin Panas

“Jangan berpikiran dulu pengungsi ditampung negara-negara lain, maka masalah itu akan terus menerus terjadi. Myanmar harus bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya. Kekerasan harus dihentikan!” ujar Hasanuddin, Minggu (2/9).

Mantan sekretaris militer kepresidenan itu menambahkan, terlepas dari permasalahan politik, setiap negara harus menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Tapi, di Myanmar memang terlihat hal yang sangat ironis.

BACA JUGA: Sepekan Kekerasan di Rakhine: 399 Tewas, 38 Ribu Mengungsi

Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin. Foto: dokumen JPNN.Com

BACA JUGA: Tak Ada Tempat Aman Bagi Etnis Rohingya

Aung San Suu Kyi yang saat ini menjadi penasihat negara di Myanmar merupakan peraih Nobel di bidang perdamaian. Namun, tokoh yang kini punya pengaruh besar dalam politik dan pemerintahan di Myanmar itu justru diam.

“Kita meminta kepada pemerintah Myanmar untuk bersikap arif, bijak dan adil. Apalagi, Aung San Suu Kyi adalah tokoh yang pernah mendapatkan Nobel Perdamaian,” tutur Hasanuddin.

Pensiunan TNI dengan pangkat terakhir mayor jenderal itu menambahkan, jika kekerasan terhadap etnis Rohingya masih terus berlanjut, mestinya Nobel untuk Suu Kyi dicabut. Sebab, tokoh dunia kelahiran 19 Juni 1945 itu ternyata tidak menunjukkan sikap layaknya penyeru perdamaian, bahkan ketika punya posisi penting dan menentukan.

Selain itu, Hasanuddin juga mendukung dukung pertemuan rencana Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk menemui Suu Kyi di Myanmar. “Kita mengharapkan ini diselesaikan dengan baik, sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan,” harapnya.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rohingya Semakin Memilukan, Di Mana Aung San Suu Kyi?


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler