jpnn.com - DUMAI - Keheningan sidang kasus dugaan tindak pidana narkotika di ruang utama Pengadilan Negeri Dumai mendadak pecah.
Keluarga terdakwa Ali Muttaqin manangis saat mendengar putusan majelis hakim yang memvonisnya hukuman mati, Senin (18/4).
BACA JUGA: Waspadalah Jika Lewat Jalan Ini saat Hujan
Wajah Ali berubah pucat. Terdakwa penyelundupan narkotika jenis sabu seberat 2.499 gram ditangkap petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) beberapa bulan lalu di Dumai itu seakan tak percaya dengan keputusan majelis hakim.
Dalam laporan yang diturunkan Pekanbaru MX (Jawa Pos Group), putusan majelis hakim ini ternyata lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ardiansyah SH, pada Senin (21/3) lalu.
BACA JUGA: Pembatalan Pelantikan, Senator Riau: Semena-mena
Di mana JPU menuntutnya penjara seumur hidup karena terbukti melanggar Pasal 114 Ayat 2 junto Pasal 132 ayat 2 UU RI No 35
tahun 2009 tentang Narkotika.
Salah seorang hakim, Firman K Tjindarbumi tidak sependapat dengan putusan majelis hakim yang diketuai Krosbin Lumban Gaol dan Renaldo Tobing. Ia berpendapat sama dengan tuntutan JPU.
BACA JUGA: Pelantikan Ditunda, Tim Sukses Ini Kritik Mendagri, Pedas Sekali...
Dalam amar putusan yang dibacakan majelis hakim, kasus ini bermula ketika terdakwa Ali Mutaqin datang dari Port Diksen, Malaysia menuju Dumai. Ia membawa tas hitam merk Samsonite berisi serbuk kristal yang diduga narkotika jenis sabu seberat 2.499 gram, milik Um (DPO).
Barang haram itu diserahkan ke terdakwa Abu Kari. Dari pekerjaan tersebut ia mendapatkan 200 ringgit plus pulang gratis.
Kemudian terdakwa Abu Kari yang telah mendapat informasi tersebut dari terdakwa Kartik Als Juma, menyuruh terdakwa Ismail dan Faizal berangkat ke Malaysia dengan menggunakan speedboat dari Dumai untuk menjemput terdakwa Ali Mutaqin.
Terdakwa Abu Kari sendiri mendapat upah sebesar Rp 30 juta dari bisnis haram tersebut.
Sesampai di Port Dikson, Malaysia, terdakwa Ismail dan Faizal bertemu dengan terdakwa Ali Mutaqin. Mereka langsung pulang ke Dumai dengan menggunakan speedboat melalui Sungai Masjid, Sungai Sembilan, Dumai.
Sampai di Dumai, terdakwa Ali Mutaqin yang dijemput terdakwa Abu Kari langsung menuju rumah Abu Kari di BTN Asri, Ratu Sima (Kelakap Tujuh, red). Kemudian disusul terdakwa Ismail dan Faizal.
Begitu sampai di rumah Abu Kari, mereka lalu membuka tas hitam yang disaksikan Ali Mutaqin. Saat dibuka, di dalam tas berisikan dua kotak warna merah muda yang diduga berisikan 2,499 Kg. Karena isinya narkotika, terdakwa Abu Kari menelepon terdakwa Kartik untuk meminta tambahan dana Rp 20 juta.
Permintaan itu diaminkan Kartik, dengan catatan terdakwa Ali Mutaqin diantar untuk menjumpai terdakwa Faisal Nur, warga Medan. Sebelum mengantar terdakwa Ali, terdakwa Abu Kari, Ali dan Ismail sempat menggunakan sabu.
Terdakwa Faisal Nur sendiri sebelumnya telah dihubungi terdakwa Kartik untuk menjemput imigran di Dumai dengan upah Rp 20 juta.
Kemudian Faisal Nur berangkat ke Dumai bersama saksi Fauzi dan Jaenuddin dengan menggunakan dua mobil, yakni mobil Xenia dan Agya bernopol BK. Sampai di Dumai kedua saksi bertemu di kedai kopi di Kelakap Tujuh, dekat SPBU.
Setelah bertemu tas hitam dimasukkan ke dalam bagasi mobil dan siap untuk dibawa ke Medan. Namun mereka keburu ditangkap BNN, di lokasi pertemuan tersebut. Kemudian terdakwa berikut barang bukti digiring ke Polres Dumai, untuk proses lanjut dan akhirnya terdakwa AM divonis mati oleh majelis hakim. (MXU/ray/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Alasan Waria Menyamar jadi Polwan
Redaktur : Tim Redaksi