ISESS: Kapolri Harus Tegur Kapolda Sulsel Terkait Dugaan Intimidasi Wartawan

Senin, 16 September 2024 – 15:11 WIB
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Kepolisian dari ISESS (Institute for Security and Strategic Studies) Bambang Rukminto meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo turun tangan menegur Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Andi Rian Djajadi yang diduga melakukan intimidasi terhadap wartawan media nasional.

Sebab, kata dia, Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim tidak mungkin berani untuk menegur Kapolda Sulawesi Selatan.

BACA JUGA: Jumpa Pers Kadin Arsjad Rasjid Digagalkan Oknum Petugas, Wartawan Dilarang Masuk

“Pertanyaannya, apakah pemanggilan Divisi Propam akan efektif? Mengingat Kadiv Propam dan Kapolda sama-sama bintang 2. Yang bisa dilakukan hanyalah mendorong Kapolri untuk melakukan teguran pada oknum Kapolda yang melakukan intimidasi dan tidak mengindahkan UU Pers,” kata Bambang kepada wartawan pada Minggu (15/9/2024).

Menurut Andi Rian, Kapolda Sulsel belum mengindahkan panggilan Komisi Kepolisian Nasional Republik Indonesia (Kompolnas RI).

BACA JUGA: Kapolda Sulsel Diminta Memenuhi Undangan Klarifikasi dari Kompolnas Soal Dugaan Intimidasi Wartawan

Oleh karena itu, dia memina Kapolri harus turun tangan langsung menegur Kapolda Sulawesi Selatan atas tindakannya yang diduga arogan kepada wartawan.

“Kalau Kompolnas tidak diindahkan itu wajar. Jadi, Kapolri lah yang harus melakukan teguran secara langsung setelah mendapat masukan dari Kompolnas,” ujar dia.

BACA JUGA: Haidar Alwi Berharap Prabowo Mempertahankan Jenderal Listyo Sigit sebagai Kapolri, Ini Alasannya

Sebab, Bambang khawatir jika Kapolri diam atas tindakan arogansi Kapolda Sulawesi Selatan, maka kepercayaan masyarakat terhadap institusi Kepolisian Republik Indonesia akan menurun.

Apalagi, kata dia, Kapolri dianggap melindungi rekan satu angkatannya yakni Irjen Andi Rian Djajadi.

“Kalau penegak hukum sudah mengabaikan etik dan disiplin, ya tinggal menunggu waktu saja bagi publik untuk mengabaikan peraturan.

Diawali dari makin menurunnya kepercayaan kepada institusi, berlanjut ketidakpercayaan pada penegakan hukum. Organisasi yang profesional tentunya tidak didasarkan ‘perkoncoan’, tetapi dibangun melalui penegakan peraturan secara konsisten,” tegas dia.

Menurut dia, apabila publik sudah tidak percaya pada penegakan hukum, maka artinya sudah mengarah pada negara gagal.

Jika negara gagal secara sederhana dipahami sudah tidak adanya kemampuan negara untuk mengikat unsur-unsur negara dengan hukum.

“Bila diteruskan bisa mengarah pada negara bubar, disintegrasi, lemah, dan lain-lain,” pungkas Bambang.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler