jpnn.com, KABUL - Keamanan di Kabul, Afghanistan, kian memprihatinkan. Hanya berselang dua hari setelah serangan bom ambulans Sabtu (27/1) yang menewaskan 103 orang dan melukai 235 lainnya, militan kembali meneror.
Kemarin, Senin (29/1) lima orang pria bersenjata menyerang kompleks militer di Kabul. Lokasi serangan dekat dengan Marshal Fahim National Defense University. Sebelas tentara tewas dan 16 lainnya mengalami luka-luka.
BACA JUGA: Salju Sambut Jokowi, Presiden Afghanistan Berharap Berkah
Juru Bicara Kementerian Pertahanan Afghanistan Dawlat Waziri mengungkapkan bahwa pelaku menyerang menjelang fajar. Mereka membawa tangga untuk memanjat tembok dan menyusup masuk. Salah seorang pelaku meledakkan diri di dekat pintu masuk.
Empat lainnya membawa senjata peluncur granat dan senapan otomatis. Mereka menyerang membabi buta. Baku tembak terjadi selama sekitar 5 jam sebelum akhirnya 4 pelaku dilumpuhkan dan 1 lainnya berhasil ditangkap. Militan Islamic State (IS) atau yang biasa disebut dengan ISIS mengklaim sebagai pelaku.
BACA JUGA: Berencana Bunuh Biksu, WNI Ditangkap Polisi Malaysia
”Dua pelaku meledakkan rompi bunuh dirinya, 2 lainnya ditembak oleh pasukan keamanan dan 1 ditangkap hidup-hidup,'' terang Waziri seperti dilansir Al Jazeera.
Beberapa bulan belakangan ini, serangan Taliban dan ISIS di Afghanistan memang terus naik. Terutama di Kabul. Lebih dari 130 orang tewas dalam empat serangan yang terjadi selama 9 hari terakhir. Dimulai dari serangan di Intercontinental Hotel pada Minggu (21/1) yang menewaskan 22 orang.
BACA JUGA: Makin Nekat, ISIS Serbu Akademi Militer di Kabul
”Ini adalah respons atas strategi agresif yang dilakukan pemerintah Afghanistan dan Amerika Serikat (AS) yang menjatuhkan sanksi kepada enam anggota Taliban dan Haqqani Network,” tegas Abdullah Fahimi, dosen di Abu Rayhan University, Kabul.
Perang di Afghanistan, sepertinya, masih jauh dari kata usai. Meski pasukan AS sudah membantu sejak 2001, perubahannya tidak signifikan. Beberapa tahun belakangan Taliban justru menguat dan menguasai 40 persen wilayah Afghanistan.
Di lain pihak, pemerintah Afghanistan malah terbelah dan kian melemah. Tahun lalu setidaknya 7 ribu prajurit Afghanistan tewas dalam berbagai serangan. Sementara itu, PBB memperkirakan pada semester pertama 2017 terdapat 1.662 penduduk sipil yang kehilangan nyawa akibat perang. Jika dirata-rata, per hari setidaknya 9–10 orang tewas.
Serangan yang kerap datang tiba-tiba itu membuat penduduk sudah bersiap jika hal buruk menimpa mereka. Mujeebullah Dastyar misalnya. Di dompetnya sudah ada selembar kertas bertulisan nomor telepon yang bisa dihubungi, golongan darahnya, alamat tempat kerjanya, dan beberapa keterangan penting lainnya.
”Jika saya luka atau tewas karena serangan, setidaknya para dokter memiliki informasi tentang saya,” ujar penduduk Kabul itu. Pemuda 28 tahun tersebut sudah kehilangan harapan bahwa perang bakal usai. Dia juga kini lebih sering menelepon orang tuanya agar mereka tahu keberadaannya dan bahwa dia masih selamat. (sha/c10/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Setelah Soekarno, Jokowi Presiden Ke 2 yang ke Afghanistan
Redaktur & Reporter : Adil