Istri Terdakwa Bioremediasi Harapkan Keadilan dari Peninjauan Kembali

Kamis, 19 Juni 2014 – 04:02 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Keluarga terdakwa perkara korupsi proyek bioremediasi berharap proses peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung bisa memberikan putusan yang adil. Pasalnya, pihak keluarga para terdakwa perkara yang terjadi di lingkungan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Riau itu merasa mendapat perlakuan tak adil.

Tuntutan keadilan itu datang dari keluarga terdakwa atas nama Herland bin Ompo dan Ricksy Prematuri. Herland adalah Direktur Utama PT Sumagita Jaya, sedangkan Ricksy merupakan Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI). Kedua perusahaan itu menjadi rekanan CPI dalam proyek bioremediasi.

BACA JUGA: Indonesia Mencari Presiden, Bukan Dirjen

Istri Ricksy, Ratna Indriastuti menyatakan bahwa hukuman 5 tahun penjara untuk suaminya sesuai putusan kasasi pada awal Februari 2014 lalu telah membuat anak-anaknya menderita. Karenanya, Ratna berharap upaya PK bisa memberinya keadilan dan menyatakan Ricksy tidak bersalah.  

“Saya akan terus berjuang. Apakah akan dilakukan PK atau langkah lainnya. Anak-anak kami sudah sangat menderita,” kata Ratna di Jakarta, Rabu (18/6) petang.

BACA JUGA: Soal Transkrip Mega-Basrief, Kejagung Harus Proaktif

Hal serupa juga disampaikan Sumiati, istri Herland bin Ompo. Sumiati mengatakan bahwa anak-anaknya merasa tersakiti dengan hukuman enam tahun penjara atas Herland yang diputus MA pada April lalu. Bahkan, kata Sumiati, bisnis yang dirintis suaminya juga hancur.

Selain itu, perintah pengadilan agar Herland mengganti uang kerugian negara sebesar USD 6,9 juta membuat Sumiati tak tahu harus berbuat apa lagi. “Sekarang semua ini hancur. Sebanyak 1.000 karyawan terpaksa kami PHK dan masih harus membayar kerugian negara USD 6,9 juta,” kata Sumiati seraya berharap proses PK bisa menghadirkan keadilan untuk dirinya dan Herland.

BACA JUGA: Pencalonan Hatta Dibayangi Kasus Rasyid

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menyeret Ricksy dan Herland ke pengadilan atas dakwaan korupsi proyek bioremediasi. Menurut kejaksaan, bioremediasi hanya proyek fiktif sehingga negara dirugikan hingga USD 6,9 juta.

Putusan pengadilan tingkat pertama menghukum Ricksy dengan 5 tahun penjara, sedangkan Herland diganjar 6 tahun penjara. Keduanya pun mengajukan banding.

Pengadilan Tinggi DKI mengabulkan proses banding dan meringankan hukuman atas keduanya. Namun, jaksa penuntut umum mengajukan kasasi ke MA. Hingga akhirnya, MA dalam putusan kasasi menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta.   

Sedangkan Corporate Communication Manager CPI, Doni Indriawan menjelaskan, sebenarnya tidak ada masalah dalam proses tender bioremediasi. Sebab, proses tender dilakukan sesuai ketentuan.

Doni justru merasa aneh ketika proyek yang prosesnya diawasi oleh pemerintah itu dianggap korupsi. Sementara berdasarkan catatan Dony, dalam proses persidangan tidak ada bukti yang memperkuat dakwaan JPU.

Dalam sebuah diskusi, Doni bahkan menyebut banyak mahasiswa yang berhasil menyusun skripsi ataupun thesis dari bioremadiasi di PT CPI di Riau. “Apa lantas mereka berangkat dari data yang fiktif? Kan tidak mungkin," ucapnya.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Dianggap tak Bisa Yakinkan Rakyat di Debat Capres


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler