Isu Pemulangan WNI Eks ISIS Mengganggu Iklim Usaha dan Investasi

Minggu, 09 Februari 2020 – 00:50 WIB
Ketua Umum DPD Hippi DKI Jakarta Sarman Simanjorang. Foto: ANTARA/Ricky Prayoga

jpnn.com, JAKARTA - Kalangan pelaku usaha berharap pemerintah berhati-hati mengambil keputusan terkait wacana pemulangan 660 WNI eks ISIS yang berada di kamp tahanan di Suriah, di bawah otoritas Kurdi. Pasalnya, wacana pemulangan secara psikologis akan mengganggu iklim usaha dan investasi.

"Bagi pelaku usaha, ISIS identik dengan bom dan kekerasan. Jadi, isu pemulangan yang mengemuka di saat ketidakpastian perekonomian global dan merebaknya virus Corona, bakal sangat mengganggu," ujar Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang, di Jakarta, Sabtu (8/2).

BACA JUGA: Jika WNI eks ISIS Pulang, Tidak Sebanding dengan Nilai Kemanusiaan

Menurut Sarman, berbagai program yang ditempuh untuk meningkatkan investasi bakal sia-sia, jika pemerintah mengambil kebijakan yang salah, termasuk program omnibus law cipta lapangan kerja dan perpajakan yang digulirkan pemerintah.

"Akan sia-sia semua program omnibus law cipta lapangan kerja dan perpajakan, jika wacana pemulangan eks ISIS terus bergulir. Padahal program itu digulirkan untuk menarik investor masuk ke Indonesia. Para investor akan semakin ragu dan berpikir ulang menanamkan modalnya di Indonesia jika wacana ini terus bergulir," ucapnya.

BACA JUGA: Tolong Disimak! BNPT Belum Memutuskan untuk Pulangkan WNI Eks ISIS

Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) ini secara khusus menyampaikan harapan para pelaku usaha, agar pemerintah tidak berlama-lama mengambil kebijakan. Ia mengingatkan pentingnya belajar dari kondisi yang pernah dialami bangsa ini di masa lalu.

"Trauma sudah pernah dirasakan, bagaimana harus bekerja keras meyakinkan pasar dan investor ketika terjadi ledakan bom di tanah air. Semuanya sangat memukul aktivitas bisnis dan perekonomian. Tentu tak ada yang mau hal itu terulang kembali. Karenanya, pemerintah harus mampu menjaga psikologi pasar dan pelaku usaha, termasuk investor, ketika ingin memulangkan eks ISIS ke tanah air," sambungnya.

Sarman juga menilai pemerintah penting menjadi motor penggerak untuk menjaga agar pertumbuhan ekonomi tidak turun dari angka 5 persen.

Selain itu, konsumsi rumah tangga juga harus terjaga dengan baik melalui stabilisasi harga pokok pangan. Karena hampir 60 persen pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang konsumsi rumah tangga atau daya beli masyarakat.

"Ketegasan pemerintah sangat diperlukan untuk memberi ketenangan bagi pelaku usaha dan kepastian keamanan bagi investor. Jika pemerintah salah mengambil kebijakan, maka risiko yang harus ditanggung sangat besar. Pelaku usaha akan mengalami ketakutan dan trauma. Investor akan ragu masuk menanamkan modalnya di Indonesia," tutup Sarman. (gir/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler