jpnn.com - JAKARTA - Belum genap dua bulan reshuffle jilid II diumumkan, angin reshuffle di Kabinet Kerja kembali terdengar. Agar tidak berlama-lama dan menjadi bola liar di masyarakat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk menyegerakan hal tersebut.
”Sebagaimana wacana reshuffle sebelumnya (jilid I dan II) yang begitu lama, kami harap isu ini jangan lagi ditahan. Segera saja diumumkan, jika memang alasannya untuk menaikkan kinerja pemerintah,” kata Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto kepada INDOPOS di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (5/10).
BACA JUGA: Dua Bank ini Bakal Bantu KKP Berikan Pinjaman
Menurutnya, jika presiden terlalu lama memutuskan siapa-siapa menteri yang akan diganti, dikhawatirkan akan mengganggu kinerja antar kementrian lembaga itu sendiri. Sebab, tidak ada kepastian terkait kementerian mana yang bakal mendapat pimpinan baru.
”Jadi kalau Jokowi sudah firm, cari orang yang tepat. Kalau ada pergeseran silakan aja. PAN menghormati apa yang dilakukan presiden,” ujar dia.
BACA JUGA: Pak Jokowi Pernah Foto Bareng Dimas Kanjeng, Ini Penjelasan Istana
Saat ditanya apakah PAN sudah diajak bicara terkait rencana reshuffle kabinet jilid III, Yandri mengaku belum. ”Sampai saat ini belum ya. Tapi kalau ambil kebijakan penting apalagi menyangkut hajat hidup orang banyak mungkin Jokowi akan ajak partai koalisi untuk beri masukan,” katanya.
”Tapi akhirnya kan sebatas masukan, yang ambil kebijakan akhir kan presiden. Kita nggak ikut campur, tapi kalau diajak berembug PAN siap diajak duduk bersama,” sambungnya.
BACA JUGA: Keluarga Korban Vaksin Palsu Menggugat, Tuntut Ganti Rugi Rp 50 Miliar
Lebih lanjut anggota Komisi II DPR RI ini juga tak menampik bahwa isu reshuffle pun mengarah pada nama Susi Pudjiastuti dan Rini Soemarno.
”Saya dengar saat ini santer di publik bahwa Rini akan direshufle. Serta Bu Susi akan mengundurkan diri. Jadi kalau ini benar ya segerakan saja. Kan bagus juga kalau Susi mundur. Ini hal yang baru ada menteri yang mundur, biasanya kan tunggu dipecat,” tukasnya.
Hal itu, lanjut Yandri, mungkin saja Susi yang saat ini menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan tak diindahkan rekomendasinya yang melarang adanya reklamasi di Teluk Jakarta.
”Bu Susi itu kan melarang reklamasi. Namun nyatanya hal itu tetap berjalan di kepemimpinan Gubernur Ahok (Basuki Tjahaja Purnama). Ini jelas membuat Bu Susi merasa diremehkan oleh presiden. Dan jika memang Susi mundur, saya angkat jempol,” tukasnya.
Sementara, anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan berpandangan bahwa bongkar pasang komposisi menteri di kabinet pemerintah Jokowi-JK merupakan hak prerogatif presiden, asalkan tidak mengganggu kebijakan yang sudah ada dan berjalan.
”Bagus dong, rombak aja terus. Silakan saja kalau mau diubah, yang kita berharap ini kebijakan yang ada saat ini tetap berjalan,” kata Heri.
Lebih lanjut kata politisi Partai Gerindra ini, yang perlu diingat selanjutnya oleh pemerintahan Jokowi ini agar bekerja secara nyata, bukan hanya sekedar menjual kata-kata alias janji-janji manis kepada rakyat.
”Yang penting pemerintahan ini bekerja nyata bukan bekerja kata, itu saja intinya,” tandas Heri.
Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi dan energi dari UGM Fahmy Radhi justru berharap adanya kembali reshuffle menteri di kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-JK, guna meluruskan kinerja pemerintah.
Sebab, dia melihat sepak terjang Menteri Rini Soemarno membahayakan bagi eksistensi BUMN. Oleh karena itu, Rini salah satu menteri yang dinilai pantas masuk dalam daftar reshuffle.
”Rini Soemarno punya agenda-agenda tersendiri yang mengorbankan kepentingan negara, dia layak untuk dicopot,” kata Fahmy saat dihubungi wartawan, Rabu (5/10).
Dia memaparkan bahwasanya Menteri Rini selalu menyederhanakan persoalan, diantaranya terkait kebijakan holding. Dari kebijakan itu, Menteri Rini bertindak semaunya dan hanya menggunakan PP dan tidak mengkomunikasikan dengan DPR. Padahal, sambungnya, DPR selaku wakil rakyat tidak boleh dilangkahi.
Belum lagi kebijakan utang ke Tiongkok yang dinilai sangat merugikan Indonesia serta ditambah blunder kasus pelindo II yang menyebabkan keretakan antara lembaga legislatif dan eksekutif. Dia secara pribadi meyakini bahwa Rini bukan seorang ‘titipan’ namun lebih daripada itu Rini melakukan sinergi untuk kepentingan tertentu.
”Rini Soemarno selalu menyederhanakan. Misalkan holding hanya pake PP dan tidak dibahas di DPR. Rini sangat merugikan bagi negara, banya langkah-langkah blunder, misalkan tentang Pelindo, utang ke Tiongkok, holding. Jadi, orang sekelas Rini bukan titipan, tapi dia sinergi untuk kepentingan tertentu,” tandas Fahmy. (dli/dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapolri Rombak Pati dan Pamen, Ajudan Jokowi Jadi Kapolda Banten
Redaktur : Tim Redaksi