Keluarga Korban Vaksin Palsu Menggugat, Tuntut Ganti Rugi Rp 50 Miliar

Kamis, 06 Oktober 2016 – 06:20 WIB
Ilustrasi. Foto: dok jpnn

jpnn.com - BEKASI - Kasus vaksin palsu boleh tenggelam pemberitaanya di media massa. Namun, bukan berarti orang tua korban telah melupakan skandal yang sempat menggegerkan negeri itu.

Dua belas keluarga korban yang pernah menerima vaksin palsu dari Rumah Sakit (RS) St Elisabeth resmi mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Bekasi, Rabu (5/10). Gugatan itu ditujukan kepada delapan pihak dengan tuntutan ganti rugi imaterial senilai Rp 50 miliar.

BACA JUGA: Kapolri Rombak Pati dan Pamen, Ajudan Jokowi Jadi Kapolda Banten

”Termasuk ganti rugi materi Rp 50 juta,” terang kuasa hukum keluarga pasien, Hudson Markiano Hutapea Rabu, (5/10). 

Dia juga mengatakan, dirinya mendaftarkan gugatan itu mewakili 12 keluarga pasien. Gugatan dengan nomor No 527/pdf.6.2016.PN-BKS itu menggugat sejumlah pihak terkait peredaran vaksin palsu.      

BACA JUGA: Bu Susi Bebaskan Izin Kapal di bawah 10 GT

Di antaranya, Yayasan RS St Elisabeth, CV Azka Medical selaku distributor vaksin palsu, Direktur Utama RS St Elisabeth Dokter Antonius Yudianto, Fianna Heronique dan Abdul Haris Thayeb (masing-masing dokter St Elisabeth Bekasi), Kementerian Kesehatan, Kepala Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Hudson menambahkan, tuntutan gugatan imaterial sebesar Rp 50 miliar itu mempertimbangkan kompensasi asuransi kesehatan selama pasien hidup. Sedangkan kerugian materi sebesar Rp 50 juta yang dihitung berdasarkan biaya pelayanan vaksinasi yang ditanggung orang tua.

BACA JUGA: Otto Hasibuan: Jaksa Munculkan Ilmu Baru

”Kami sudah cek laboratorium bahwa ke-12 anak yang kita advokasi ini tidak memiliki kekebalan tubuh akibat vaksin pendiacel yang disuntikan di RS St Elisabeth Bekasi ternyata itu palsu. Otomatis harus ada kompensasi asuransi selama anak itu hidup dari efek samping vaksin palsu yang sewaktu-waktu muncul,” katanya juga.

Hudson menjelaskan, selama ini pihak keluarga menjalani pelayanan vaksin di rumah sakit tersebut, rata-rata orang tua menghabiskan uang ratusan ribu bahkan jutaan rupiah. Jika ditotal dari 12 keluarga maka mencapai Rp 50 juta.

”Makanya untuk ganti rugi materi sebesar Rp 50 juta,” paparnya juga. 

Hudson mengakui, dari total 125 pasien yang diduga terkontaminasi vaksin palsu di RS St Elisabeth Bekasi, hanya sepuluh keluarga di antaranya yang mengajukan gugatan. Sementara keluarga pasien dari rumah sakit lain. 

”Sebagian besar memilih tidak menggugat dengan beragam alasan, hanya 12 saja yang kita advokasi,” cetusnya juga.

Pengajuan gugatan ini kata Hudson sudah direncanakan 2,5 bulan lalu, pasca ramai kasus vaksin palsu. Tapi karena adanya kepentingan yang lain, maka gugatan ini baru didaftarkan sekarang. 

”Gugatan pidananya masih berjalan di Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, kemarin kita fokus dulu di sana,”  ungkapnya juga.

Sementara itu, Kuasa Hukum RS Elisabeth Bekasi, Azaz Tigor Nainggolan mengatakan siap menghadapi gugatan keluarga para pasien yang terpapar vaksin palsu.

”Lebih bagus diselesaikan di pengadilan, apa pun putusan pengadilan harus dipatuhi,” terangnya kepada wartawan, Rabu (5/10).

Azaz juga menjelaskan, ada baiknya penyelesaian persoalan kasus vaksin palsu seharusnya diselesaikan di meja hijau. Soalnya, jika diselesaikan dengan argumen, dikhawatirkan malah terjadi tindakan anarkis, karena saling mengklaim kebenaran. 

”Mencari keadilan yah di pengadilan, bukan membuat pengadilan sendiri. Makanya kami mendukung penyelesaian diselesaikan di pengadilan,” ungkapnya.

Dia juga menambahkan, berdasarkan listing rumah sakit, ada sekitar 125 bayi terpapar vaksin palsu. Menurut dia, mereka yang terpapar sudah diundang oleh Satgas Vaksin Palsu Kementerian Kesehatan untuk vaksin ulang. Tapi, ucapnya juga, tak semua pasien itu bersedia mengikuti vaksinasi ulang. (dny/dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ada Kabar Gembira untuk Nelayan yang Masih Gunakan Cantrang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler