Izin Terbang AirAsia Surabaya–Singapura Dibekukan

Sabtu, 03 Januari 2015 – 06:32 WIB
Pesawat AirAsia. Foto: Int

jpnn.com - JAKARTA – Sedikit demi sedikit, penyebab jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 mulai terkuak. Salah seorang pilot yang menerbangkan pesawat rute Surabaya–Singapura itu ternyata tak mengambil laporan cuaca yang disediakan AirNav Indonesia.

 

Pihak maskapai asal Malaysia itu ternyata baru mengambilnya pada pukul 07.00, setelah air traffic control (ATC) kehilangan kontak dengan pesawat.

BACA JUGA: Jenazah Kevin Paling Mudah Diidentifkasi Tim DVI

Kepastian itu disampaikan Staf Khusus Menteri Perhubungan Hadi M. Djuraid saat jumpa pers Jumat (2/1) di Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

BACA JUGA: DPR Awasi Pemenuhan Hak Keluarga Korban AirAsia QZ8501

Bukti itu terungkap setelah Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan bertanya kepada pihak ATC.

”Pak Jonan kaget ketika AirAsia ternyata tidak brifing terlebih dulu dengan ATC ketika ingin terbang. Bahkan, tidak hanya sekali. Menurut catatan kami, beberapa kali AirAsia tidak melakukan brifing,” ujarnya.

BACA JUGA: Posko DVI Dipersiapkan Pindah ke Pangkalan Bun

Menurut Hadi, setelah mendengar kabar itu, kemarin pagi Jonan bersama pejabat Kemenhub langsung melakukan sidak di Cengkareng. Dia mengunjungi konter perusahaan penerbangan seperti AirAsia, Garuda, dan Sriwijaya.

Dia melanjutkan, di konter AirAsia, karena penasaran, Jonan bertanya kepada manajemen alasan tidak melakukan brifing sebelum terbang. Padahal, dalam aturan, dua jam sebelum take off, pilot harus menyerahkan flight plan. Setelah itu, pilot akan menerima informasi cuaca dari AirNav. ”Mereka bilang cara brifing itu sudah kuno,” ujarnya.

Mendengar penjelasan salah satu pihak manajemen tersebut, Jonan marah. Saat itu juga mantan Dirut PT Kereta Api Indonesia (KAI) tersebut memerintahkan seluruh maskapai, termasuk AirAsia, harus brifing sebelum terbang. ”Mulai saat ini, semua maskapai ketika mau terbang harus brifing,” ungkapnya.

Hadi menuturkan, meski terbilang kuno dan konservatif, brifing terbilang ampuh untuk meningkatkan safety. Sebab, dengan pertemuan singkat selama 10–20 menit itu, pilot dan ATC bisa berdiskusi. Pertemuan tersebut juga dihadiri pilot senior.

”Jadi, ada saling diskusi. Bagaimana rutenya, lalu kondisi cuacanya. Pilot senior memaparkan pengalamannya mengatasi kendala yang dihadapi di lapangan,” papar dia.

Hadi menyatakan, ke depan, kinerja AirAsia akan dievaluasi. Kemenhub bakal membentuk tim investigasi untuk memeriksa seberapa besar pelanggaran AirAsia. Jika terbukti bersalah, maskapai milik Tony Fernandes itu dijatuhi sanksi. Hukumannya ada tiga, yaitu teguran, pencabutan rute penerbangan, dan pencabutan izin penerbangan di Indonesia.

Sanksi awal pun sudah dijatuhkan Kemenhub. Lewat Surat Direktorat Jenderal Perhubungan Udara No AU.008/1/1/DRJU-DAU-2015 yang bertanggal 2 Januari 2015, Kemenhub membekukan sementara rute penerbangan Surabaya–Singapura.

AirAsia dinilai melanggar persetujuan rute. Pada Surat Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Nomor AU.008/30/6/DRJU-DAU-2014 yang bertanggal 24 Oktober 2014 tentang izin penerbangan luar negeri periode winter 2014–2015, rute Surabaya–Singapura PP yang diberikan kepada AirAsia Indonesia sesuai dengan jadwal penerbangan pada Senin, Selasa, Kamis, dan Sabtu.

Namun, dalam pelaksanaannya, penerbangan AirAsia Indonesia rute Surabaya–Singapura PP dilakukan di luar izin yang diberikan, antara lain Minggu. ”Mereka sudah mengajukan izin, belum disetujui tapi sudah berangkat,” ujar Kepala Pusat Komunikasi (Kapuskom) J.A. Barata.

Barata mengatakan, pembekuan sementara itu dilakukan berdasar audit administrasi oleh Kemenhub. Menurut dia, pembekuan tersebut berbeda dengan investigasi yang dilakukan Kemenhub dan KNKT nanti.

”Itu beda lagi. Nantinya tim investigasi akan paparkan hasil investigasi,” ujar dia. Sedangkan untuk penumpang yang telanjur memesan tiket, Kemenhub akan mengalihkan ke penerbangan maskapai lain.

Sementara itu, pengamat penerbangan Ruth Hana Simatupang mengatakan, sebenarnya aturan brifing tersebut masuk standard operating procedure (SOP). Namun, tahap itu disepelekan karena maskapai menganggap informasi cuaca bisa didapat dari website.

Perempuan yang dulu pegawai Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) itu juga mengkritik Kemenhub lantaran tidak tegas dalam menjalankan aturan. Menurut dia, tidak datangnya pilot saat brifing tersebut terjadi sejak dulu. ”Saat saya di KNKT sudah gitu,” ujarnya.

Menurut dia, Kemenhub lemah di bidang pengawasan. Sebab, sejak dulu belum ada petugas yang mengecek apakah pilot sudah brifing atau belum. ”Saya rasa, menteri perhubungan harus melihat itu. Harus ada petugas yang mengawasi. Sama dengan perubahan jadwal. Kan seharusnya Kemenhub memperingatkan sejak awal. Ini kok diam saja,” tutur dia.

Selain itu, Kemenhub harus membuat pola hubungan antara ATC, maskapai, dan BMKG lancar. Dengan begitu, ketiganya mau tidak mau harus bertemu sebelum pesawat take off.

Presiden Direktur PT AirAsia Indonesia Sunu Widyatmoko mengatakan bahwa pihaknya selalu menggunakan data cuaca dari BMKG dalam operasi penerbangan.

”Data cuaca seluruh Indonesia kami peroleh melalui e-mail dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pusat dalam bentuk pdf berwarna,” ujarnya melalui pesan singkat kepada Jawa Pos.

Dengan begitu, Sunu ingin menegaskan bahwa data cuaca BMKG tidak hanya diperoleh secara fisik dengan mendatangi Kantor BMKG, tetapi juga bisa dengan cara lain. Dia tidak menjelaskan kapan e-mail tersebut diperoleh dari BMKG.

Dia hanya menegaskan bahwa data cuaca BMKG itulah yang menjadi acuan dalam operasi penerbangan AirAsia. ”Data tersebut kami kirimkan ke seluruh station kami,” jelasnya.

Di bagian lain, saat ini beredar isi percakapan antara pilot AirAsia dan ATC. Pada pukul 06.12, pilot meminta izin ATC untuk menyimpang ke kiri sejauh 7 mil dan naik ke ketinggian 38 ribu kaki.

Namun, pihak ATC hanya memberikan izin menyimpang ke kiri. Sedangkan permintaan untuk naik ke ketinggian 38 ribu kaki belum diizinkan.

Sebab, ada tujuh pesawat lain yang berada di jalur penerbangan tersebut. ”Benar kami meminta dia hold dulu sebelum naik. Dia jawab roger, AirAsia QZ8501,” papar Dirut AirNav Bambang Tjahjono.

Bambang menambahkan, pilot tidak memaparkan alasan harus naik dari 32 ribu kaki ke 38 ribu kaki. Dia menebak, pesawat yang dikemudikan pilot Iriyanto itu ingin mencapai economic level, yakni ketinggian paling nyaman lantaran tidak ada ancaman awan cumulonimbus dan lebih hemat bahan bakar.

”Namun, kami belum memberi izin lantaran banyak pesawat di atasnya,” jelas dia. (aph/idr/bil/gun/wir/c11/end)

 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lokasi Ekor Pesawat AirAsia QZ8501 Ditemukan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler