Jabatan Ketua DPR Dibikin Maju Mundur Cantik, Apa Kata Dunia?

Minggu, 27 November 2016 – 23:13 WIB
Ketua Umum Golkar Setya Novanto. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com - JAKARTA - Nama Ketua Umum Golkar Setya Novanto semakin santer disebut-sebut akan kembali menduduki kursi ketua DPR. Setnov -sapaan akrabnya- yang pernah lengser dari posisi ketua DPR karena kasus Papa Minta Saham, sudah disiapkan Golkar untuk kembali memimpin lembaga wakil rakyat itu.

Namun, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Zaenal A Budiyono menyodorkan hitung-hitungan jika Setnov kembali menjadi ketua DPR. Menurutnya, secara prosedur memang tidak ada aturan yang dilanggar jika Setnov kembali memimpin DPR.

BACA JUGA: Zulkifli Hasan Ajak Mahasiswa Bijak Gunakan Medsos

Namun, Zaenal menganggap ada hal lain yang membuat ketua umum Golkar pengganti Aburizal Bakrie itu tak pantas kembali menduduki posisi ketua DPR. “Secara etika tetap janggal,” katanya, Minggu (27/11).

Zaenal lantas menyodorkan alasannya. Pertama, Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) tidak pernah mencabut keputusannya tentang Setnov dalam kasus Papa Minta Saham yang menempatkan mantan bendahara umum Golkar itu sebagai terduga pencatut nama Presiden Joko Widodo.

BACA JUGA: Densus 88 Bekuk Terduga Teroris di Serang

Kedua, kata Zaenal, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan Setnov soal uji materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait keabsahan rekaman pembicaraan dalam kasus Papa Minta Saham juga tak serta-merta berimplikasi pada putusan MKD. “Bila Partai Golkar menggunakan dasar putusan MK untuk mengembalikan SN ke kursi ketua DPR, argumentasi yang dibangun tidak relevan,” tegasnya.

Ketiga, Zaenal juga menilai Ade Komarudin sebagai ketua DPR tidak melakukan kesalahan signifikan. Karenanya tidak ada alasan kuat yang bisa menjadi dasar pencopotan Akom -sapaan Ade- dari kursi ketua DPR.

BACA JUGA: Ahok Pengin Persidangannya Dihadiri Yusril

“Ini berlaku bagi siapa pun, tidak  hanya Akom. Ada kesan penggantian Akom yang terus didorong seperti pemaksaan atau dipaksakan,” ulasnya.

Selain itu Zaenal juga melihat ada risiko politik besar bagi Golkar jika memaksakan posisi ketua DPR dikembalikan ke Setnov. Sebab, Golkar baru saja dalam proses rekonsiliasi pasca-konflik berkepanjangan karena sengketa kepengurusan.

Zaenal menduga kubu Akom tidak akan menerima begitu saja dilengserkan dari posisi ketua DPR tanpa alasan yang jelas. Hal itu pun wajar sebagai bentuk pembelaan politik.

Namun, kata Zaenal, akibatnya adalah membawa Golkar kembali terjebak ke dalam konflik internal. “Dan itu akan menghabiskan energi jelang pilkada serentak 2017  dan pemilu 2019. Manuver ini berpotensi membawa Golkar pada perpecahan baru,” ulasnya.

Namun, Zaenal yang juga direktur eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC) menganggap hal yang tak kalah penting adalah martabat DPR jika Setnov kembali duduk sebagai ketua parlemen. Terlebih, dalam praktik demokrasi di negara mana pun tidak ada pergantian ketua DPR dilakukan berkali-kali dalam satu periode.

“Posisi ketua DPR secara politik dan diplomasi cukup sakral. Jadi apa kata dunia kalau ketua DPR dibikin ‘maju-mundur cantik’ semaunya,” ujar Zainal mengibaratkan pergantian posisi ketua DPR seperti lagu dengan judul serupa yang dippulerkan Syahrini.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Yusril Bakal Jadi Pengacara Ahok di Kasus Penistaan Agama?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler