Jadi Beban Negara Terbesar, Penyakit Gangguan Jiwa Malah Disepelekan Pemerintah

Sabtu, 21 September 2019 – 18:36 WIB
Noriyu saat memberikan pemaparan soal gangguan jiwa. Foto : Mesya Mohammad/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Dewan Pakar Bakeswa Indonesia dan Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa DKI Jakarta Dr. dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ menyayangkan minimnya perhatian pemerintah terhadap penanganan gangguan jiwa.

Padahal data dari World Economic Forum untuk proyeksi 2012-2020 menyebutkan, total ouput loss atau kehilangan besar akibat penyakit tidak menular terhadap PDB itu ada lima.

BACA JUGA: Purwanto Sudah Cabuli 50 Anak Lelaki, Gangguan Jiwa ?

Yaitu, kardiovaskular (gangguan pada jantung dan pembuluh darah), gangguan jiwa, penyakit paru, kanker dan diabetes.

"Itu gangguan jiwa nomor dua. Jadi range-nya 35 persen kardiovaskular dan 21 persen gangguan jiwa. Ini secara ekonomi kuat pengaruhnya karena ternyata gangguan jiwa jadi beban negara terbesar kedua," kata Noriyu, sapaan karib Nova Riyanti dalam diskusi bertajuk #1 Jakarta Mental Health Convention yang dibesut Badan Kesehatan Jiwa Indonesia (Bakeswa Indonesia) bersama GE Volunteers dan Kopi Panas Foundation di Jakarta, Sabtu (21/9).

BACA JUGA: 300 Penderita Gangguan Jiwa Akan Mencoblos di Bogor, Banyak Juga

Dia melanjutkan, data sudah bicara dan para pegiat kesehatan jiwa selalu ditantang bahwa anggaran di Kementerian Kesehatan harus berbasis bukti.

"Kalau mau berbasis bukti, kenapa UU Kesehatan Jiwa (Keswa) yang sudah ditetapkan 2014 tidak diimplementasikan pemerintah. Bahkan lima aturan turunan UU Keswa belum satupun diterbitkan," sesalnya.

BACA JUGA: Orang Gangguan Jiwa Nyetir Truk Molen, Begini Jadinya

Menurut Noriyu, jika UU Keswa diimplementasikan pemerintah, ada pasal 65 ayat 3 yang mengamanatkan menteri kesehatan menetapkan pusat penelitian dan pengembangan teknologi.

Artinya akan ada penelitian-penelitian dilakukan di situ yang mendukung meningkatnya anggaran karena berbasis bukti.

Meski pusat kurang care, lanjut Noriyu, sejak disahkannya UU 18 Tahun 2014 tentang Keswa disahkan, telah terjadi peningkatan partispasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan jiwa di Indonesia. Hal ini merupakan dukungan yang sangat positif sekaligus menjadi bentuk desakan agar UU Keswa dapat ditindaklanjuti pemerintah dalam berbagai peraturan turunan.

"Upaya Kesehatan Jiwa yang diatur dalam UU Keswa mencakup 4 hal yaitu, upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif di mana keempat upaya tersebut masih perlu ditingkatkan secara signifikan yang di sisi lain sebenarnya bisa dioptimalkan dengan peranan teknologi seperti yang tercantum pada Pasal 65 UU Keswa," tandasnya.

Pada kesempatan sama, Gatot Santosa, SST App. Sc (MRI), Magnetic Resonance Imaging Leader, GE Healthcare Indonesia menjelaskan bagaimana Neuro MR Focused Ultrasound milik GE Healthcare bisa menjadi bagian dalam wujud peranan teknologi dalam upaya kesehatan jiwa.

“Uji klinis hasil Neuro MR Focused Ultrasound dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) memperlihatkan bahwa pasien dengan depresi atau gangguan obsesif kompulsif, jika menjalani perawatan, dapat menjalani hidup yang lebih baik," tuturnya.

Teknologi dengan Neuro MR Focused Ultrasound ini mengkombinasikan gelombang ultrasonik fokus intensitas tinggi dipandu oleh MRI yang secara aman dan akurat bisa mengaburkan jaringan target secara non-invasif.

“Dengan Neuro MR Focused Ultrasound, bisa dihasilkan visualisasi resolusi tinggi, perencanaan perawatan pasien, dan pemantauan prosedur secara terus menerus,” jelasnya. (esy/jpnn)

 


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler