jpnn.com - SEMARANG - Sungguh malang nasib Kuswanto (30), warga Mejobo, Kabupaten Kudus. Pada 2012 silam, ia menjadi korban salah tangkap dan dianyiaya oleh oknum polisi sehingga harus menjalani rangkaian perawatan.
Kuswanto memang sempat difasilitasi saat melakukan operasi di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi, Semarang. Namun, kini ia belum mendapat kejelasan untuk rangkaian biaya pengobatan selanjutnya. Terlebih permohonan ganti rugi atas pengobatan sebelumnya juga belum jelas.
BACA JUGA: Waduhhh... Biar Aktif Ngemis, Anak Jalanan Pakai Obat
Kuswanto menjalani operasi di RSUP dr Kariadi Semarang sekitar dua bulan lalu karena luka di lehernya yang terus mengeluarkan cairan. Operasi itu difasilitasi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Dalam operasi bedah plastik di leher itu, Kuswanto harus menginap (opname) selama dua pekan di rumah sakit. Setelah itu, ia diminta oleh dokter untuk menjalani rangkaian pengobatan selanjutnya.
BACA JUGA: Tangan Dipelintir, Istri Polisikan Suami
"Memang sudah tidak keluar caitan lagi dari bekas luka bakar di leher. Tapi masih sering terasa sakit. Kata dokter karena sarafnya belum sempurna dan harus menjalani pengobatan selanjutnya. Sudah empat kali periksa lagi dan disuruh opname," ujar Kuswanto seperti dikutip Jateng Pos (JPNN Group).
Namun, saran dokter agar Kuswanto kembali opname ternyata malah membuatnya kebingunan. Sebab, ia belum menerima konfirmasi dari LPSK untuk perawatan lanjutan.
BACA JUGA: Baru Satu Puskesmas di Bantul Bisa Layani BPJS Ketenagakerjaan
Ia justru mengeluhkan sulitnya menghubungi LPSK. "Ini belum bisa menghubungi (LPSK) lagi. Kenapa terkesan setengah-setengah dan ditutup-tutupi?" keluhnya.
Kuswanti mulai merasakan adanya kesan adanya hal yang ditutup-tutupi sejak menjalani operasi di RSUP dr Kariadi Semarang. Saat itu, tidak seorangpun yang diperbolehkan menjenguk. Bahkan kedua orang tuanya juga tidak diperbolehkan.
"Cuma sama istri saya di rumah sakit. Bapak-ibu saja tidak boleh menjenguk. Saya juga tidak boleh menghubungi wartawan," terangnya.
Kejanggalan lain juga dirasakan oleh Kuswanto saat dihadirkan di Pengadilan Negeri (PN) Kudus sebagai saksi korban dalam persidangan. Selesai persidangan, Kuswanto langsung dibawa masuk ke dalam mobil dan tidak boleh diwawancarai wartawan.
Ia kini harus hidup dalam kesulitan ekonomi. Sebab, sejak menjadi korban salah tangkap pada 2012 silam, ia sampai menjual harta bendanya demi berbagai keperluan termasuk biaya pengobatan yang mencapai Rp 265 juta.
Selain itu, Kuswanto juga sudah tiga tahun terakhir tak bisa bekerja karena luka yang dideritanya. “Padahal tiga tahun saya pakai biaya sendiri," keluhnya.
Seperti diketahui, Kuswanto menjadi korban salah tangkap oleh anggota Polres Kudus, Bripka Lulus Rahardi atas tuduhan merampok pabrik es krim pada tahun 2012 silam. Kuswanto juga mendapat perlakuan kasar dari oknum polisi hingga menderita luka bakar serius di bagian leher.
Kini, Bripka Lulus masih menjalani proses persidangan. Ia didakwa telah melakukan penganiayaan yang mengakibatkan luka berat.(har/saf/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kanit Provost yang Tembak Kepala Sendiri Ternyata Sering Melakukan Ini
Redaktur : Tim Redaksi