jpnn.com - TIGA baju pengantin yang baru saja selesai digarap berjajar rapi di ruang tengah sebuah salon di kawasan Jl Agus Salim, Sidoarjo. Dengan telaten, seorang pria berkacamata memasang sejumlah pernik-pernik pada busana hasil rancangannya itu.
Model busana pengantin tersebut cukup up-to-date. Bentuknya berupa kebaya simpel, namun glamor. Untuk merancang hingga finishing, sang ’’produsen’’ membutuhkan waktu hampir sebulan.
BACA JUGA: Dokter Penyakit Paru Tutup Praktik karena Tak Ada Pasien
”Sebab, semua rancangan itu tidak bisa saya kebut. Tiap hari saya baru menggarapnya pada sore hingga malam,” kata Muhammad Ridwan, pria berkacamata itu, sang perancang.
Maklum saja, Ridwan harus membagi waktu. Selain menjalani aktivitas tersebut, setiap hari dia harus ngantor di Dinas Pariwisata dan Olahraga Sidoarjo.
BACA JUGA: Ketangguhan Fisiknya Jadi Role Model Paspampres
Itulah sosok pria dengan banyak talenta tersebut. Saat ini dia adalah Kasi Pembinaan Usaha Pariwisata Dispora Sidoarjo itu. Tidak hanya sebagai pejabat dinas, pria 49 tahun tersebut juga aktif di dunia desainer dan hairstylist. Lewat keahlian itulah, kini Ridwan juga mengelola sebuah usaha salon plus rias pengantin di kediamannya. Jadilah, sosok Ridwan kerap disebut pejabat desainer di lingkungan Pemkab.
Ketertarikan Ridwan di dunia desain sebenarnya muncul sejak dia masih muda. Bahkan, ketika dia berkuliah di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, ketertarikan tersebut kian kuat. ”Dua tahun sebelum lulus, saya mengambil sejumlah kursus desain serta tata rambut. Saya juga mengambil kursus dekorasi pengantin,” jelas pria asli Sidoarjo itu.
BACA JUGA: Jadikan Matematika dan Pemrograman Asupan Harian
Malah, setelah lulus kuliah pada 1990, Ridwan beraktivitas di dunia tersebut. Kala itu, pascalulus, dia langsung bekerja sebagai kapster di sebuah salon ternama di kota dingin tersebut.
Namun, hanya selang tiga bulan, profesi itu akhirnya dia tinggalkan sejenak setelah mendapat tawaran kerja di Bali, tepatnya di sebuah department store di kawasan Denpasar. Dia bertugas sebagai staf marketing. ”Saat itu saya sama sekali belum memiliki keinginan untuk menjadi PNS. Malah saya lebih berminat untuk mendirikan sebuah usaha wedding organizer,” katanya.
Namun, takdir berkata lain. Setelah tiga tahun berada di Denpasar, orang tuanya memintanya untuk balik ke Sidoarjo. ”Oleh Ibu, saya diminta untuk mencari kerja yang dekat dengan rumah. Lalu, saya diminta untuk ikut tes CPNS waktu itu,” ujarnya.
Karena keinginan orang tua itulah, Ridwan manut. Meski awalnya tidak terlalu berharap, ternyata pria tersebut akhirnya dinyatakan lulus pada tes CPNS 1993. Setelah lolos, Ridwan ditempatkan di dinas kebersihan (saat ini bernama dinas kebersihan dan pertamanan) sebagai staf.
Namun, setelah dua tahun berdinas, keinginan untuk menggeluti dunia desainer maupun wedding organizer kembali muncul. Berbekal kemampuan yang dia peroleh dari beragam kursus, Ridwan pun nekat untuk memulai usaha itu pada 1995.
Dengan modal minim, dia lantas mengontrak sebuah rumah kecil di Jl KH Mukmin. Karena statusnya yang juga PNS, dia mengajak dua rekannya untuk menjadi asisten yang menggantikannya selama jam dinas. ”Awalnya, konsumen saya rata-rata adalah rekan dan kenalan,” jelasnya.
Keinginannya untuk terus mengasah keahlian di bidang desain makin kuat. Beragam kursus maupun seminar-seminar dia ikuti. ”Dari situlah, saya mulai mencoba membuat desain baju sendiri,” katanya.
Status PNS ternyata cukup menguntungkan bagi dia. Sebab, dia bisa mempromosikan karya-karyanya, terutama baju pengantin hasil rancangannya sendiri di lingkungan Pemkab Sidoarjo. Dari situ pula, nama Ridwan sebagai seorang desainer mulai dikenal.
Puncaknya adalah ketika Ridwan mendapat order khusus dari pejabat di Pemprov Papua sekitar 1998. Dia didapuk sebagai wedding organizer utama pesta pernikahan putri sang pejabat. Selama dua pekan, dia pun berada di sana. ”Terpaksa cuti dua minggu,” ujarnya.
Bahkan, Ridwan kerap diminta menjadi event organizer beragam acara yang diadakan pemkab maupun dinas-dinas di lingkungan pemkab. ”Tentu saja ada diskon khusus. Sebab, dari pemkablah saya bisa berkiprah sejauh ini,” tuturnya.
Malah, dalam sejumlah event budaya yang diselenggarakan pemkab, Ridwan kerap harus menjadi sponsor. Di situ dia diberi kesempatan beriklan pada sebuah event. Kompensasinya, dia didapuk untuk mengurusi make-up, fashion show, hingga koreografinya.
Makin lama, Ridwan makin kebanjiran order. Tak hanya di Sidoarjo, sejumlah order dari luar pulau juga kerap diterima. Kini dia mempekerjakan enam pegawai untuk salon serta 15 orang untuk wedding organizer.
Di sela-sela kesibukan yang makin intens itulah, sebuah pemikiran tebersit di kepala Ridwan. Sebelum 2009, Sidoarjo terbilang sepi dari kegiatan fashion. Tak hanya itu, geliat dunia modeling di kabupaten ini juga terbilang stagnan.
Kemudian bersama sejumlah komunitas serta pelaku usaha desain yang tergabung dalam Delta Entertainment, mereka merancang sejumlah event tahunan. Pada tahun itu pula, mereka lantas mengadakan Festival Jenggolo, yang kini telah menjadi event tahunan di kabupaten ini.
Bersama para perancang lokal pula, mereka kerap mengadakan seminar maupun pelatihan desain bagi siswa-siswi yang tertarik di bidang itu. ”Yang rutin kami adakan adalah seminar di sejumlah SMK. Kami memang bekerja sama dengan sejumlah sekolah untuk kegiatan ini,” jelasnya.
Ya, dengan talenta tersebut, Ridwan membuktikan bahwa dirinya bisa membuat kota tempat tinggalnya makin hidup dan kian menggeliat. (Aris Imam/c7/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nyaris Bentrok dengan Komplotan Sindikat Perdagangan Manusia
Redaktur : Tim Redaksi