Jadi Pembicara Kunci di Seminar Nasional Ponpes Nurul Iman, HNW Bahas Politik Identitas

Rabu, 08 November 2023 – 23:27 WIB
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menjadi pembicara kunci dalam seminar nasional yang berlangsung di Masjid Thoha, Komplek Yayasan Al Ashriyyah Pondok Pesantren Nurul Iman Islamic Boarding School, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (7/11). Foto: Dokumentasi Humas Bea Cukai

jpnn.com, PARUNG - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan sudah semestinya pondok pesantren berperan dalam mencerahkan demokrasi.

Dia menilai keterlibatan pondok pesantren dalam urusan politik akan membawa demokrasi bangsa Indonesia menjadi lebih beridentitas yang bermanfaat dan bermartabat melalui visi dan misi pesantren yang menghadirkan Islam rahmatan lil alamin.

Hal ini disampaikan HNW saat menjadi pembicara kunci (keynote speech) seminar nasional yang mengangkat tema politik identitas dan partai politik yang berlangsung di Masjid Thoha, Komplek Yayasan Al Ashriyyah Pondok Pesantren Nurul Iman Islamic Boarding School, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (7/11).

BACA JUGA: Mayjen Syafrial: Prajurit Terlibat Politik Praktis Harus Keluar dari TNI

Alumni Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) 1978 itu menekankan hal yang demikian sebab dalam ajaran agama Islam, yang dipelajari di pesantren-pesantren, mengurusi rakyat atau masalah publik, termasuk kategori masalah yang sangat dipentingkan.

Dicontohkan dalam kitab karya Imam Al Mawardi, dikatakan sesuatu hal yang mengurusi masalah rakyat adalah bagian dari urusan agama di mana hal demikian sangat dipentingkan.

Dia juga menyampaikan bahwa Rasulullah pernah mengatakan kalau ada tiga orang yang hendak melakukan perjalanan maka satu di antara tiga orang itu harus dijadikan pemimpin.

BACA JUGA: Dahlan Kaget Lihat Luhut Pandjaitan, Bicara Politik Bagai Hiburan

“Bepergian saja harus ada pemimpin apalagi dalam perjalanan mengurus bangsa dan negara yang melibatkan ratusan juta warga dan memiliki tujuan jangka panjang," kata HNW dalam keterangannya, Rabu (8/11).

Dia menyebutkan bangsa ini memiliki 270 juta penduduk.

Penduduk sebanyak itu pastinya membutuhkan seorang pemimpin.

Dalam soal memilih pemimpin, pesantren mengajarkan haznah ilmu dan praktek yang baik benar dan panjang.

HNW pun mengingatkan agar masyarakat pesantren mengamalkan ilmu yang dipelajari di pesantren untuk berkontribusi mencerdaskan masyarakat sehingga mereka berpartisipasi menyukseskan kegiatan berdemokrasi yang bisa membangun negeri.

Caranya dengan hanya memilih calon pemimpin dan wakil mereka di parlemen yang memiliki identitas yang benar dan track record lulus dari ujian menghadirkan kepedulian bagi umat dan rakyat.

Alumnus Universitas Madinah itu menjelaskan dahulu ketika bangsa ini memperjuangkan kemerdekaannya, para kiai, ulama, dan santri ikut berjuang dan meneriakkan takbir sebanyak tiga kali, dan pekik merdeka.

“Itulah identitas kita," tegasnya.

Tanpa identitas itu menurut HNW bagaimana bisa para kiai mengajak santri dan umat Islam lainnya berjihad membebaskan Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda.
Dalam babak sejarah lainnya, para ulama menyepakati dasar negara adalah Pancasila.

Melalui tokoh Partai Islam Masyumi M Natsir, Indonesia juga kembali menjadi NKRI.

Dalam Sila 1 Pancasila disebut Ketuhanan yang Maha Esa.
“Itu juga identitas yang menegaskan bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama atau bertuhan bukan bangsa komunis, ateis, liberalis," paparnya.

Dari sinilah HNW berpendapat kalau tidak boleh memakai politik identitas yang benar, apa berarti tidak boleh menggunakan Pancasila dan NKRI sebagai identitas politik.

Ditegaskan politik identitas Indonesia, yakni Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Dari paparan di atas, dirinya menyebut partai beridentitas Islam adalah sah baik secara sejarah maupun legal secara aturan konstitusi atau hukum.

“Beda dengan komunisme, atheisme, separatisme, dan LGBT, yang jelas-jelas tidak sesuai dengan Pancasila dan Konstitusi,” tegasnya.

Menurut HNW, parpol yang beridentitas akan menghadirkan sikap cinta bangsa, rahmatan nil alamin, melakukan edukasi politik, menyerap aspirasi rakyat, yang kemudian memperjuangkan di DPR.

“Dari sinilah banyak hal yang bisa diperjuangkan oleh partai politik untuk umat dan Indonesia yang kita cita-citakan. Hal ini juga yang perlu terus dikaji, dikembangkan dan disukseskan oleh dunia pesantren,” papar HNW.

Pria asal Klaten, Jawa Tengah itu merasa ada upaya untuk menjauhkan umat dengan identitas-identitas di atas sehingga politik yang ada jauh dari tata krama, menghalalkan segala cara, dan bukan dari ibadah.

"Padahal politik yang beridentitas baik dan benar akan membawa umat dan rakyat pada suasana politik yang luber jurdil, tidak menyebar fitnah, anti-hoaks sehingga hasilnya akan membawa kepada realisasi tujuan proklamasi dan reformasi," pungkasnya.

Sebagai informasi, kehadiran HNW langsung disambut Pimpinan Yayasan Al-Ashriyyah Habib Muhammad Waliyullah, Pembina Yayasan Al-Ashriyya Hj Umi Waheeda Binti H Abdurrahman, Bendahara Yayasan Al Ashriyyah Habib Hasan Ayatullah. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler