jpnn.com - TANJUNG REDEB - Begitu usai menerima telepon dari seorang jenderal di Basarnas yang meminta dicarikan pawang ombak untuk membantu mempermudah proses pencarian dan evakuasi korban dan bangka AirAsia QZ8051, Staf Ahli Bupati Berau Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia, Mappasikra Mappaseleng, langsung bergerak.
Kemarin (3/1) pagi, bersama Berau Post (Grup JPNN), dia berangkat ke Kampung Tanjung Batu, Kecamatan Pulau Derawan, yang berjarak tempuh sekira 2 jam dari Tanjung Redeb, ibu kota Kabupaten Berau.
BACA JUGA: Sang Jenderal Minta Disiapkan Pawang Ombak
Menurut warga setempat, rata-rata manusia perahu yang kini ditampung di Lapangan Bulalung Kampung Tanjung Batu, memiliki "keahlian" tersebut.
Di penampungan itu, Berau Post dipertemukan dengan tiga warga asal Semporna, Malaysia, yang ditampung di Tanjung Batu. Mereka Anggun (44), Latif (50), dan Douglas (50).
BACA JUGA: Serahkan Harga Premium ke Pasar, Pemerintah Dinilai Langgar Konstitusi
Melalui Syamsul, warga Tanjung Batu yang membantu menerjemahkan bahasa Bajau, Berau Post mengorek bagaimana manusia perahu mampu "meredakan" ombak besar di lautan tempat mereka tinggal sehari-hari. "Tapi, semua dari niat dan kuasa dari yang di Atas (Tuhan, Red)," kata Anggun.
Diceritakan pria bersuku Palau itu, selama hidup di laut lepas, ombak yang pernah dihadapinya setinggi 7 meter. Dengan berdoa dan berkomunikasi dengan "penunggu" di laut setempat, lautan di sekitar tempat itu kembali teduh.
BACA JUGA: Sambil Menangis, Putri Pilot Minta Ayahnya tak Disalahkan
"Selama ini, belum pernah ada kapal kami (manusia perahu, Red) yang pernah terbalik atau tenggelam di laut di ombak," ujarnya.
Tak ada syarat atau ritual yang njelimet. Dikatakan Anggun, biasanya dirinya hanya tidur di atas kapal yang sunyi, untuk berkomunikasi dengan "penunggu" lautan tersebut.
Dalam mimpi, nanti diberikan petunjuk-petunjuk. Di samping itu, dia menyiapkan kancing, jarum, kemenyan, kain putih, dan benang yang dirajut menjadi sebuah baju berwarna putih. Baju itu kemudian dibuang ke laut.
"Kami siap membantu kalau memang diminta," kata Anggun didampingi Latif dan Douglas.
Diakui Syamsul, kemampuan manusia perahu dalam "menjinakkan" ombak memang tak perlu diragukan lagi. Lautan adalah rumah mereka. Menurut cerita, dengan ritual khusus, manusia perahu mampu mengubah air laut menjadi air layak minum.
"Ombak besar memang bisa dijadikan teduh. Jadi, laut itu seperti jalan tol saja. Tapi kemampuan ini tidak selalu digunakan, hanya saat-saat tertentu saja," ujarnya. (app/fir/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Beritakan AirAsia, Media Dianggap Belum Terapkan Jurnalisme Empati
Redaktur : Tim Redaksi