jpnn.com, JAKARTA - Peluang besar Kaltim menjadi lokasi baru ibu kota negara juga mendapat respons negatif dari warga .
Terlebih bila lokasi ibu kota itu berada di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara (Kukar). Warga dominan menolak.
BACA JUGA: SIMAK! Menteri Bambang Sampaikan Tahapan Pemindahan Ibu Kota Negara
Setidaknya itu merupakan hasil dari jajak pendapat yang dilakukan Tim Riset Kaltim Post (Jawa Pos Group) kepada 179 responden di provinsi ini. Para responden memiliki usia minimal 17 tahun.
Data statistik menunjukkan 44,69 persen responden menyatakan Kaltim layak menjadi ibu kota negara. Sementara yang mengatakan belum layak ada 37,43 persen. Sisanya 17,88 persen menyatakan tidak layak.
BACA JUGA: 6 Wilayah Ini Bakal Dikembangkan jadi Kota Metropolitan
Namun dari angka itu, yang menjawab tidak setuju Kaltim jadi ibu kota negara sebesar 61,45 persen. Sementara yang setuju 38,55 persen. Sejumlah alasan dikemukakan.
Dari masih banyaknya daerah tertinggal di Kaltim hingga faktor kerusakan lingkungan yang menyebabkan responden tidak setuju ibu kota dipindah ke provinsi ini.
BACA JUGA: Begini Respons Misbakhun Soal Wacana Pemindahan Ibu Kota Negara
BACA JUGA: Rekapitulasi Suara Manual Pilpres 2019: Jokowi vs Prabowo, Selisih Hampir 1 Juta
“Teknik sampling yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Dan hasil survei ini tidak dimaksudkan untuk mewakili seluruh pendapat masyarakat di Kaltim,” beber Koordinator Tim Riset Kaltim Post Rizky Rizkyawandy.
Terkait pemindahan ibu kota, anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Kaltim KH Aus Hidayat Nur menyebut, situasi ini hanya wacana yang disorong Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pembahasannya belum sampai ke tingkat parlemen.
“Insyaallah jika syarat-syarat pemindahan ibu kota terpenuhi akan menjadi prioritas pembahasan di komisi kami,” kata anggota Komisi II DPR RI itu.
Dia menegaskan, pusat sebaiknya lebih fokus dalam pemekaran daerah khususnya di Kaltim. Karena itulah tuntutan rakyat Kaltim yang selama ini disorong ke pemerintah.
Seperti Kutai Pesisir. Catatan Aus, selama periode pemerintahan Jokowi, belum pernah ada kabupaten/kota hingga provinsi baru yang diresmikan. “Sementara untuk pemindahan ibu kota perlu anggaran yang besar,” katanya.
Kekhawatirannya, pemerintah akan mengambil kebijakan utang untuk merealisasikan ibu kota. Hal ini tentu ditentangnya. Karena akan semakin membebankan keuangan negara. Namun, jika memang pemerintah memiliki anggaran sendiri, maka hal tersebut bisa dilakukan. “Kalau memang ada dananya, saya memang berharap di Kaltim. Tapi sepertinya pemerintah tak mampu,” katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim Zairin Zain yang dihubungi Kaltim Post, menyebut masih menunggu hasil kajian yang dilakukan tim pemindahan ibu kota. Dirinya belum menerima hasil kajian yang bersifat rahasia itu.
Termasuk posisi Kaltim dibandingkan Kalteng yang juga dikunjungi Jokowi selepas bertandang ke Kaltim pada 7 Mei lalu. “Belum ada. Sejauh ini masih seperti saat Pak Jokowi datang ke tol (Tol Balikpapan-Samarinda),” kata Zairin.
Soal lokasi, Bappeda Kaltim tetap berpegang pada kawasan di luar Tahura Bukit Soeharto. Namun, bila dalam perkembangannya ada syarat tak boleh ada pembebasan tanah milik masyarakat, maka kemungkinan penggunaan lahan Bukit Soeharto sebagai ibu kota negara tak bisa dihindari.
“Bila ada pembebasan, maka lokasinya ya di tanah masyarakat yang sebelumnya kami sorong. Yakni di Samboja (Kukar) dan PPU (Penajam Paser Utara),” sebutnya.
Terkait isu kerusakan lingkungan, Bappeda Kaltim disebut menunggu pula hasil kajian dari pusat. Dirinya tak menampik mengenai potensi tersebut.
Apalagi dari pertemuan sebelumnya, Presiden Jokowi tak ingin pemindahan ibu kota ini mengorbankan kawasan hutan yang dimiliki Kaltim. “Sebenarnya Pak Jokowi enggak mau itu (di Tahura). Minta tetap dilindungi dan dilestarikan hutannya. Minta dicarikan kawasan lain,” sebut Zairin.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebut Kaltim memang berpeluang. Namun, Kalsel dan Kalteng masih dalam pertimbangan. Kaltim sudah masuk dalam studi tim khusus pemindahan ibu kota negara sejak 1,5 tahun lalu.
“Saya melihat sangat mendukung. Kebetulan ini berada di tengah Jalan Tol Balikpapan-Samarinda,” sebutnya.
Dengan berada di tengah, maka ibu kota tak perlu lagi membangun bandara baru. Ada Bandara SAMS Sepinggan di Balikpapan dan Bandara APT Pranoto di Samarinda. Pun tak perlu repot membuat pelabuhan baru.
Sehingga bisa menghemat anggaran penyediaan infrastruktur pendukung adanya ibu kota. Selain itu, dekat dengan pantai yang menjadi salah satu syarat ibu kota. “Tapi ‘kan kajian tidak hanya urusan infrastruktur. Ada sosiologisnya, kemudian kajian sosial politiknya. Ini yang perlu dipertajam,” tuturnya.
Selain itu, kajian lingkungan dan keperluan air menjadi aspek penting. Termasuk kerawanan wilayah terhadap bencana alam. Seperti banjir dan gempa bumi. Jokowi belum bisa menyebut seberapa besar peluang Kaltim dinilai dari faktor-faktor yang dia beberkan tersebut.
“Semua masih harus dikalkulasi. Dihitung. Tapi semua yang saya sampaikan, saya bicara apa adanya. Fasilitas-fasilitas yang dimiliki Kaltim. Jalan tol pun tahun ini sudah jadi,” sebutnya.
Pengamat lingkungan dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Bernaulus Saragih menyebut, ada dampak yang tidak akan bisa dihindari.
Meski dalam pemaparannya, Bappeda Kaltim menyebut menghindari ibu kota berada di Tahura, dia meyakini pembangunannya bakal diikuti perkembangan kawasan yang masuk dalam hutan yang sebagian merupakan berstatus konservasi itu. “Efek ikutannya. Tumbuhnya kawasan baru seperti semut mengerubungi gula,” katanya.
Dari pengalamannya, apapun konsekuensi yang akan timbul, pertimbangan ekologi tak akan memengaruhi kebijakan suatu negara untuk mengubah alih fungsi lahan. Yang sebelumnya untuk menopang keberlangsungan lingkungan, menjadi keperluan yang lebih besar.
BACA JUGA: Kubu Prabowo – Sandi Minta Pemungutan Suara Ulang Pilpres di Jateng
Meski telah dilakukan mitigasi hingga dianggap bersifat destruktif. “Jadi kalau itu keputusan sebuah republik, maka pertimbangan ekologi sifatnya minor,” sebut Saragih. (rdh/rom/k15)
Kata Mereka di Balik Rencana Pemindahan Ibu Kota
Dari kunjungan presiden ke Kaltim Selasa (7/5). Menurut Anda, apakah pemindahan ibu kota negara layak di Kaltim?
a. Layak : 44,69%
b. Tidak Layak : 55,31%
Lantas, setujukah Anda bila ibu kota negara dipindah ke Kaltim?
a. Setuju : 38,55%
b. Tidak Setuju : 61,45%
(Alasan responden yang menjawab setuju ibu kota negara dipindah ke Kaltim) Responden yang setuju, memiliki frekuensi sebesar 69
a. Menambah lapangan pekerjaan : 1,39%
b. Perekonomian di Kaltim kuat dan meningkat : 20,83%
c. Kondisi geografis yang strategis : 6,94%
d. Ibu kota negara saat ini (Jakarta) terlalu padat : 9,72%
e. Meningkatkan pemerataan pembangunan sehingga Kaltim lebih maju : 37,50%
f. Minim bencana alam : 4,17%
g. Salah satu provinsi yang lahannya luas : 4,17%
h. Tidak tahu/tidak mengungkapkan alasan : 15,28%
Menurut Anda, di mana lokasi yang tepat untuk pemindahan ibu kota negara?
a. Samarinda : 26,09%
b. Balikpapan : 20,29%
c. Kutai Kartanegara : 33,33%
d. Penajam Paser Utara : 17,39%
e. Samarinda dan Balikpapan : 2,90%
Dampak apa yang paling berpengaruh, jika terjadi pemindahan ibu kota negara di Kaltim? Jelaskan!
a. Perekonomian di Kaltim akan meningkat : 28,21%
b. Pembangunan segala bidang/sektor di Kaltim akan meningkat : 23,08%
c. Pembangunan infrastruktur Kaltim lebih maju : 17,95%
d. Tersedianya peluang lapangan pekerjaan : 10,26%
e. Pertambahan penduduk di Kaltim semakin pesat : 7,69%
f. Akses penerbangan dan jalur darat akan lebih mudah : 6,40%
g. Wisata di Kaltim akan meningkat : 1,28%
h. Perubahan dari segi pengawasan atau kinerja pejabat : 1,28%
i. Tidak tahu/Tidak menjawab : 3,85%
(Alasan responden yang menjawab tidak setuju ibu kota negara dipindah ke Kaltim) Responden yang tidak setuju, memiliki frekuensi sebesar 110
a. Kaltim dapat dikatakan merupakan paru-parunya Indonesia. Jika ibu kota pindah di Kaltim tepatnya di Tahura Bukit Soeharto maka akan kehilangan paru-paru Indonesia di Kaltim (16,36%)
b. Kaltim tidak cocok menjadi ibu kota negara karena dapat merusak Tahura dan masih banyak kota-kota lain yang lebih baik. Kaltim sudah cukup dirusak dengan batu bara (13,64%)
c. Kaltim belum siap untuk menjadi ibu kota Indonesia karena masih banyak daerah yang sulit dijangkau dan tata kotanya belum memadai (17,27%)
d. Rusaknya ekosistem alam di Kaltim dengan maraknya penebangan hutan akibat adanya pembangunan dan banyaknya pendatang yang membuat Kaltim semakin sesak (20,91%)
e. Memerlukan biaya yang sangat besar untuk pemindahan ibu kota. Lebih baik untuk bayar utang negara (13,64%)
f. Kurangnya resapan air yang mengakibatkan banjir di mana-mana dan meningkatnya kemacetan bila ibu kota negara pindah ke Kaltim (10,91%)
g. Hilangnya tempat tinggal untuk hewan-hewan yang bergantung hidupnya di hutan dan dapat mengurangi populasi hewan endemik Kaltim (3,64%)
h. Perpindahan ibu kota negara untuk pengalihan isu (2,72%)
i. Ibu kota tetap di Jakarta (0,91%)
Metodologi Penelitian:
Survei ini dilakukan kepada 179 responden di Kaltim dengan usia responden minimal 17 tahun. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Adapun itu, pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan peneliti. Teknik tersebut termasuk teknik pengambilan sampel non probabilitas.
Artinya, peluang setiap orang untuk terpilih menjadi sampel tidak sama. Dalam teknik sampling non probabilitas perhitungan margin of error tidak dicantumkan. Meskipun demikian, hasil survei ini tidak dimaksudkan untuk mewakili seluruh pendapat masyarakat di Kalimantan Timur.
Survei: Tim Riset Kaltim Post
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bye Bye Jakarta, Ibu Kota Baru Rampung 2024
Redaktur & Reporter : Soetomo