Jaksa Tuntut Heru Hidayat Hukuman Mati, Hakim Putuskan Nihil, Begini Alasannya

Rabu, 19 Januari 2022 – 00:03 WIB
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Selasa (18/1). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan pidana nihil kepada Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat.

Putusan tersebut berbeda dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung yang sebelumnya menuntut hukuman mati.

BACA JUGA: Terdakwa Korupsi Asabri Heru Hidayat Dituntut Hukuman Mati

Hakim menjatuhkan vonis nihil karena Heru Hidayat sudah dijatuhi vonis seumur hidup dalam perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang telah berkekuatan hukum tetap.

"Majelis hakim tidak sependapat dengan penuntut umum tentang penjatuhan hukuman mati terhadap terdakwa," ujar hakim anggota Ali Muhtarom di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Selasa (18/1) malam.

BACA JUGA: Elektabilitas Gibran Setelah Dilaporkan ke KPK, Ternyata

Alasan pertama, menurut hakim, JPU telah melanggar azas penuntutan karena menuntut di luar pasal yang didakwakan.

"Kedua, penuntut umum tidak membuktikan kondisi-kondisi tertentu penggunaan dana yang dilakukan terdakwa saat melakukan tindak pidana korupsi," ujar hakim Ali Muhtarom.

BACA JUGA: Praktik Tes COVID-19 Palsu Terungkap di Daerah ini

Alasan ketiga, berdasarkan fakta, Heru Hidayat dinilai melakukan tindak pidana korupsi saat situasi negara aman.

"Keempat, terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara pengulangan."

"Oleh karena itu beralasan hukum untuk menyampingkan tuntutan mati yang diajukan penuntut umum dalam tuntutannya," kata hakim Ali.

Tuntutan mati diatur dalam Pasal 2 ayat 2 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut hakim, Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor menjelaskan keadaan tertentu, saat pidana mati dapat dijatuhkan adalah sebagai pemberatan bagi tindak pidana korupsi ketika negara dalam keadaan bahaya sebagaimana undang-undang yang berlaku, yaitu pada waktu bencana alam nasional, pengulangan tindak pidana korupsi, waktu negara dalam krisis ekonomi, dan moneter.

"Tuntutan hukuman mati sifatnya fakultatif, artinya pilihan tidak ada keharusan untuk menjatuhkan hukuman mati," kata Hakim Ali.

Heru Hidayat sendiri telah dijatuhi hukuman seumur hidup dalam perkara tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan negara senilai Rp 16,807 triliun berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 26 Oktober 2020.

Putusan itu dikuatkan dengan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap.

"Terdakwa telah menjalani sebagian atau baru dalam tindak pidana korupsi Jiwasraya yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut."

"Tindak pidana korupsi PT Jiwasraya berbarengan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa dalam perkara PT Asabri Persero sehingga lebih tepat dikategorikan 'concursus realis' atau 'meerdaadse samenloop', bukan sebagai pengulangan tindak pidana," ungkap hakim.

Namun, majelis hakim sepakat dengan JPU bahwa Heru Hidayat terbukti secara sah dan meyakinkan dalam dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer, yaitu Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Dengan demikian terdakwa hanya dapat dipidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar," tambah hakim Ali.

Majelis hakim menjatuhkan hukuman nihil ditambah dengan kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp 12,643 triliun dikurangi dengan aset-aset yang sudah disita dan bila tidak dibayar maka harta benda Heru akan disita untuk membayar uang pengganti tersebut.

Terhadap perkara tersebut, JPU dan Heru Hidayat menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari.(Antara/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler