jpnn.com - JAKARTA – Koalisi partai pengusung Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi pada pilkada 2013 silam disarankan membahas nama-nama kandidat calon wakil gubernur Sumut secara internal.
Pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti dan pengamat sosiologi politik Sabar Sitanggang punya pendapat sama, bahwa partai pengusung, terutama PKS dan Hanura, harus tetap solid, tidak perlu rebutan kursi yang telah ditinggalkan Erry karena naik posisi sebagai gubernur definitif.
BACA JUGA: Pasangan Dodi Reza Belum Diputuskan
Diingatkan Ray, jika partai pengusung tidak kompak, sama-sama merasa berhak atas kursi Sumut 2 itu, maka proses pemilihan justru bisa molor.
“Kalau tidak kompak, ya kursi itu akan terus kosong. Dan tidak masalah jika kursi wagub tetap kosong,” ujar Ray Rangkuti kepada JPNN kemarin (1/6).
BACA JUGA: PKS dan Hanura Rebutan Kursi Wagub
Dikatakan, Hanura dan PKS juga tidak boleh mengabaikan partai-partai lain yang dulu ikut mengusung Gatot-Erry. Mereka tetap harus diajak bicara karena mereka juga punya hak untuk menentukan nama yang akan disodorkan ke DPRD Sumut untuk dipilih.
Penelusuran JPNN, memang mekanisme pemilihan wakil kepala daerah tidak secara rinci diatur di dalam UU No 8 Tahun 2015 tentang pilkada.
BACA JUGA: Survei Kandidat Gubernur Banten, Tantowi Yahya Jauh, Teratas...
Hanya ada pengaturan di Pasal 176 ayat (1), yang bunyinya, “Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhalangan tetap, berhenti, atau diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik/Gabungan Partai Politik pengusung.”
Tidak dijelaskan berapa calon yang harus disodorkan partai pengusung. Nah, dalam kasus kekosongan wakil walikota Palembang, Sumsel, pimpinan DPRD setempat berinisiatif konsultasi dengan Kemendagri.
Biro Otda Kemendagri menyarankan menggunakan ketentuan pasal 131 ayat (2) PP Nomor 49 Tahun 2008. Bunyinya,” apabila terjadi kekosongan jabatan Kepala Daerah yang sisa jabatan lebih 18 bulan, kepala daerah mengusulkan 2 orang calon kepala daerah untuk dipilih dalam rapat paripurna, berdasar usulan parpol atau gabungan parpol yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan.”
Akhirnya, untuk saat ini sudah ada dua calon wakil walikota Palembang, yang berkas pencalonannya sedang diverifikasi Panlih DPRD setempat.
Memang, logikanya, kalau “dipilih” oleh DPRD, maka calon pasti lebih dari satu nama. Pasalnya, jika hanya satu calon, berarti bukan pemilihan.
Ray menyarankan, DPRD Sumut segera saja berkonsultasi dengan Kemendagri untuk memastikan soal mekanisme pencalonan dan pemilihan wagub Sumut itu, seperti dilakukan DPRD Kota Palembang. Jika benar bisa menggunakan acuan PP 49 Tahun 2008, maka itu akan lebih bagus.
“Itu lebih bagus, labih fair. PKS dan Hanura bisa mengajukan calonnya masing-masing. Jadi ada dua calon, nanti terserah DPRD mana yang akan dipilih dengan suara terbanyak,” kata Ray.
Sementara, Sabar Sitanggang mengatakan, soal siapa calon yang akan diusung, sebenarnya bukan hal yang menarik bagi publik. Alasannya, aturan sudah jelas bahwa itu haknya partai pengusung.
Yang menarik dan harus menjadi perhatian publik, lanjut doktor lulusan UI itu, adalah bagaimana DPRD tidak menjadikan momen pemilihan wagubsu itu sebagai ajang mengeruk duit lewat praktik politik uang.
“Karena seringkali momen seperti ini menjadi ajang politik uang,” cetusnya.
Sedang Ray mengatakan, mestinya para anggota DPRD Sumut tidak berani lagi bermain-main dengan urusan uang haram.
“Dua gubernur kita sudah masuk KPK karena uang, sejumlah pimpinan dan anggota DPRD begitu juga. Hal itu mestinya membuat jera. Tapi kalau gak jera juga, kita gak bisa apa-apa lagi. Biar diurus KPK,” kata Ray. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Begini Cara PDIP Gaet Anak Muda
Redaktur : Tim Redaksi