jpnn.com, JAKARTA - Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (26/2). Hasto menjadi saksi bagi mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan yang menjadi tersangka penerima suap dari politikus PDIP Harun Masiku.
Sekitar pukul 14.00 WIB, Hasto keluar dari ruang dalam KPK. Politikus asal Yogyakarta itu mengaku menjalani pemeriksaan sekitar 2,5 jam.
BACA JUGA: Hadiri Pemeriksaan KPK, Hasto Kristiyanto Masih Sempat Baca Buku Bersampul Biru
"Keterangan telah saya berikan dengan sebaiknya. Efektif itu dua jam 30 menit, karena diselingi istirahat dengan makan siang. Menunya makanan manado. Setelah makan siang me-review berita acara sehingga selesai dan ada sekitar 14 hal-hal yang harus saya berikan keterangan tersebut," kata Hasto.
Namun, Hasto enggan membeber materi pertanyaan dari penyidik. Alasannya, keterangannya untuk projustisia yang sifatnya rahasia.
BACA JUGA: Tim Gabungan Kasus Harun Masiku Ungkap Hasil Investigasi, Begini Hasilnya
"Nanti pihak KPK yang akan memberikan keterengan yang berkaitan materi tersebut, karena ini semua masih dalam proses," kata Hasto.
Walakin, Hasto punya penilaian sendiri soal kasus itu. Menurutnya, persoalan itu berangkat dari proses hukum sesuai undang-undang dan aturan yang berlaku.
Hasto menegaskan, DPP PDIP sudah mengajukan uji materi atas Peraturan KPU yang mengatur tata cara penetapan calon anggota legislatif (caleg) terpilih ke Mahkamah Agung (MA). MA mengabulkan uji materi itu dan menguatkannya dengan fatwa.
PDIP mengusulkan nama HArun Masiku sebagai caleg pengganti Nazarudin Kiemas dari daerah pemilihan (Dapil) I Sumatera Selatan. Sebab, Nazarudin yang meninggal dunia sebelum pecoblosan Pemilu 2019 justru memperoleh suara tertinggi dibandingkan caleg PDIP di Dapil I Sumsel.
Berangkat dari keputusan MA itu, kata Hasto, PDIP punya kedaulatan politik dalam menentukan pengganti Nazarudin Kiemas. Selanjutnya, partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu mengusulkan Harun Masiku sebagai caleg pengganti Nazarudin dari Dapil I Sumsel.
"Intinya partai berdaulat, partai peserta pemilu dan kursi yang dimiliki itu ialah kursi milik partai, sehingga ketika ada persoalan, partai mempunyai kedaulatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kami tidak bisa bertindak di luar koridor hukum," tuturnya.
Seperti diketahui, KPK menangkap Wahyu Setiawan dan orang kepercayaannya, Agustiani Tio Fridelina pada 8 Januari 2020. KPK menduga Wahyu dan Agustiano menerima suap dari Saeful Bahri terkait usul penetapan nama Harun Masiku sebagai caleg pengganti Nazarudin Kiemas.(tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga