Jangan Anggap Remeh Terasa Kesemutan

Gullain Barre Syndrome Incar Kekebalan Tubuh

Kamis, 28 Juli 2011 – 00:02 WIB

JAKARTA — Mungkin anda kurang familiar atau tidak tahu sama sekali dengan Gullain Barré Syndrome (GBS)Namun menurut pakar kesehatan, GBS patut diwaspadai karena termasuk penyakit langka yang bisa berujung kematian bila salah penanganan

BACA JUGA: Infeksi Saluran Kemih Picu Gagal Ginjal

Dampak GBS bahkan bisa terasa 3-5 tahun kemudian sejak pasien pertama kali terjangkiti.

Ditemukan sejak tahun 1916 oleh dua orang dokter dari Perancis, Jean-Alexander Barré dan Georges Charles Guillain, namun pasien GBS masih jarang ditemukan di Indonesia bahkan dunia
Dari rekap medis, dalam setahun hanya ada satu pasien GBS dari setiap 40000 ribu

BACA JUGA: Cantik dengan Sengatan Listrik



Karena itu pula, sebagian besar kurang mendapatkan informasi tentang GBS
Bahkan, penderita GBS sering disangka terserang lumpuh layu atau cikungunya.

Adalah Muhammad Azka Arriziq (4), yang kini sedang terbaring koma di ruang ICU Rumah Sakit Azra, Bogor

BACA JUGA: Garam tak Beryodium Beredar di Banjarmasin

Azka didiagnosis terserang GBSDimulai dari rasa kesemutan yang dikeluhkan pada kaki, orang tua Azka yang tidak pernah tahu tentang apa itu GBS baru bisa mendapatkan pelayanan untuk pasien GBS setelah 15 jam kemudianAzka pun langsung komaHingga Rabu (27/7), sudah 7 hari putra tunggal Anto dan Rina ini tidak bergerak sama sekali.

Meski jantung Azka berdetak lemah, namun seluruh gerak motoriknya termasuk paru-paru tidak bisa bekerja normal lagiUntuk mempertahankan kehidupan, Azka harus menggunakan ventilator untuk memompa paru-parunya dan dijaga 24 jamNyaris 100 persen kehidupan Azka yang semula riang dan lincah, kini hanya mengandalkan peralatan medis dan mengkonsumsi obat GBS berbiaya mahal.

Obat untuk GBS saat ini hanya ada satu, yaitu Gamamune (Imuno globuline) yang harganya mencapai Rp4 -5 juta rupiah per botolUntuk satu pasien GBS diwajibkan mengkonsumsi bahkan hingga 2-3 botol per hariSementara tahap penyembuhan bisa hitungan bulan bahkan tahun hanya bergantung pada ventilator dan obat-obatan.

Dengan biaya supertinggi, Anto dan Rina kini harus berpacu dengan waktuAntara mengumpulkan sebanyak-banyaknya uang dengan mempertahankan nafas buatan putra mereka yang berbiaya sangat mahalMungkin karena mulai putus asa dengan biaya pengobatan yang mencapai Rp70 juta, Rina bahkan nekat mengirimkan pesan singkat (SMS) kepada Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih.

"Kami berterimakasih Bu Menteri (Menteri Kesehatan) mau membalas sms dan berjanji akan membantuMasalahnya, Azka saat ini butuh bantuan riil bukan hanya janjiKarena setiap hari, kami harus menyediakan saldo Rp8-10 juta untuk mempertahankan Azka tetap hidup dan itu entah sampai kapanSementara semua harta benda sudah kami jual," kata Rina yang berprofesi sebagai guru TK di Bogor ini.

Ternyata Azka tidak sendiriDari hasil penelusuran JPNN diketahui ada satu lagi pasien GBS di Jakarta bernama Shafa AzaliaShafa yang berusia 6 tahun ini sejak 17 Oktober 2010 (nyaris setahun) hidup dengan mengandalkan ventilator dan obat-obatan berbiaya tinggiGBS membuat Shafa harus berbaring lemah di RS St Carolus dengan ventilator ditubuhnya.

"Sejak 17 Oktober 2010 sampai 14 Februari 2011, saya sudah habis lebih Rp300 jutaBelum lagi hutang yang sudah mencapai Rp200 jutaPihak RS St Corolus dan Pemprov DKI sangat membantu kami, sudah memberikan bantuan Rp100 jutaTapi Shafa belum tahu kapan sembuhnya karena bergantung dengan ventilator dan obat-obatan yang sangat mahal," kata Zulkarnain, ayah Shafa saat ditemui JPNN.

Meski Zulkarnain telah menjual rumah, tanah dan nyaris seluruh harta bendanya, ternyata GBS yang menyerang Shafa tak pernah pasti kapan akan berakhirKini Zulkarnain mulai menyerah dengan biaya yang cukup tinggiUntuk mengajak masyarakat peduli tentang GBS sekaligus membantu Shafa, Zulkarnain membuka website khusus dengan alamat www.senyumshafa.blogspot.com.

Dalam postingan blog ini terlihat foto-foto ShafaMeski sudah terlepas dari masa kritis, Shafa masih mengandalkan ventilator dengan cara lehernya dilubangi langsung ke paru-paru atau trakeastomi.

"Awalnya satu bulan pertama, ventilator melalui mulutNamun sejak bulan kedua, ventilator Shafa melalui leher yang dilubangiHingga sekarang belum bisa ditanggalkan, karena belum ada tanda-tanda paru-paru Shafa kuat berfungsi sendiri," kata Zulkarnain.

Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengaku telah menerima sms dari Ibu AzkaSementara untuk kasus Shafa, belum mendapat jawabanNamun untuk melihat langsung pasien GBS, Endang telah langsung menurunkan tim khusus dari Kemenkes ke RS Azra dan berjanji pada kedua orang tua Azka untuk ikut memantau perkembangan bocah malang tersebut.

Kepada JPNN, Endang mengatakan bahwa pengetahuan terhadap GBS di Indonesia masih sangat kurangSebab, penyakit itu masih terbilang jarang terjadiSejauh ini penelitian-penelitian yang dilakukan belum dapat menemukan secara tepat enzim, hormon atau syaraf yang menyebabkan munculnya sekumpulan penyakit syaraf (polyneuritis) ini.

Para pakar baru menemukan bahwa GBS bekerja cara menyerang sistem kekebalan tubuhPada sel tubuh yang normal, sistem kekebalan tubuh akan memberikan perlawanan terhadap organisme asing yang masuk dan menyerang tubuhNamun pada GBS, sistem kekebalan tubuh mulai menyerang sel (khusunya myelin dari axon) pada susunan syaraf tepi.

Hal ini menyebabkan fungsi myelin dari axon secara bertahap rusak dan lukaAkibatnya syaraf pada susunan syaraf tepi berhenti meneruskan perintahDan yang terlihat adalah otot-otot yang berada di bahwa pengaruh susunan syaraf tepi kehilangan kemampuannya untuk mengikuti perintah otak dan sebaliknya otak pun hanya mendapat sedikit tanda dari tubuhInilah yang menyebabkan pasien mengalami kelumpuhan total.

Selain langka, beberapa pakar kesehatan menyebut penyakit GBS sebagai penyakit yang cukup anehDisebut aneh karena hingga saat ini para ahli belum menemukan penyebab utama munculnya penyakit ini

GBS bukan penyakit turunan, tidak menular, bukan pula karena faktor lingkungan ataupun makanan yang kurang sehatSatu-satunya bukti ilmiah yang didapat oleh para ilmuwan adalah bukti bahwa pada penderita GBS sistem kekebalan tubuh secara mandiri menyerang tubuh, oleh sebab itu GBS dikenal juga dengan auto-immune disease.

Endang pun berjanji akan terus berupaya melakukan sosialisasi GBS kepada masyarakatApalagi untuk tidak meremehkan tanda-tanda GBS pada anak ataupun orang dewasa, seperti kesemutanEndang pun meminta bantuan media massa untuk maksimal mensosialisasikan GBS ini kepada masyarakat.(afz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Deteksi Dini Mata Juling agar Tidak Permanen


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler