Jangan Bawa Semangat Diskriminasi dalam Amandemen Konstitusi

Minggu, 09 Oktober 2016 – 16:26 WIB
Ketua Fraksi PDI Perjuangan MPR, Achmad Basarah. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com - JAKARTA - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) telah memicu polemik terkait usulannya agar UUD 1945 diamandemen lagi untuk merevisi Pasal 6 ayat (1) agar Presiden RI harus benar-benar orang Indonesia asli.

Jika usulan hasil rekomendasi musyawarah kerja nasional (mukernas) PPP yang digelar di Ancol beberapa waktu lalu itu diadopsi dalam amandemen UUD 1945, konsekuensinya keturunan asing tidak bisa menjadi presiden.

BACA JUGA: Dimas Kanjeng itu Orang Paling Beruntung

Usulan PPP itu pun mendapat penolakan dari PDIP yang memiliki kursi terbesar di DPR dan MPR. Ketua Fraksi MPR Achmad Basarah mengatakan, usulan PPP itu justru bertolak belakang dengan kebijakan politik negara yang hendak menghapus segala bentuk diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA).

“Usulan untuk memasukkan kembali kalimat presiden ialah orang Indonesia asli yang dimaknai sempit menjadi pribumi dan nonpribumi, selain ahistoris juga bersifat diskriminatif, karena membedakan hak menduduki jabatan publik karena keturunan,” ujar Basarah sebagaimana keterangan tertulisnya, Minggu (9/10).

BACA JUGA: Tetap Bertahan, Bukan Berarti Pengikut Dimas Kanjeng Setia

Ia lantas menceritakan sejarah munculnya Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 yang ditetapkan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945.  Saat itu, Indonesia yang baru saja merdeka masih berada di bawah bayang-bayang Jepang.

Akhirnya, sidang PPKI menyepakati untuk memasukkan frasa ‘Presiden ialah orang Indonesia asli’ dalam UUD 1945.  “Dengan kata lain makna Indonesia asli adalah bukan orang asing atau lebih khususnya dalam konteks waktu itu adalah bukan orang Jepang," ujarnya.

BACA JUGA: Kenapa Pak Ahok Tak Minta Maaf Saja soal Almaidah 51?

Namun, amandemen UUD 1945 merevisi ketentuan Pasal 6 ayat (1) itu menjadi Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang  warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak  pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta  mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan  tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil  Presiden.

Pertimbangannya adalah untuk mencegah penafsiran dikotomi antara pribumi dan non-pribumi. Karenanya Basarah menegaskan, Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 asli dengan hasil amandemen sebenarnya bermakna sama. “Beda dalam cara penormaannya saja,” katanya.

Karenanya Basarah yang juga wakil sekretaris jenderal PDIP itu mengingatkan, jangan sampai wacana amandemen Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 justru membalikkan semangat anti-diskriminasi. Terlebih
saat pembahasan konstitusi di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), ada nama-nama seperti Liem Koen Hian, Tan Eng Hoa, Oei Tiang Tjoei, dan Oei Tjong Hauw.

Ada pula seorang keturunan Arab bernama Abdurrahman Baswedan. Tokoh yang lebih dikenal dengan nama AR Baswedan itu merupakan kakek calon gubernur DKI Jakarta, Anies R Baswedan.

Karenanya Basarah mengatakan, jika usulan PPP diakomodasi maka sama saja hal itu seseorang yang terlahir dan menjadi warga negara Indonesia tak bisa menjadi presiden karena faktor keturunan. “Artinya  tokoh-tokoh seperti Anis Baswedan, Alwi Shihab, Kwik Kian Gie, Jaya Suprana dan lain-lain tidak dapat menjadi Presiden Indonesia," ulasnya.(ara/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Inilah Kesibukan Baru Ingrid Kansil


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler