jpnn.com, JAKARTA - Direktur Surat Utang Negara, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Deni Ridwan meminta masyarakat tak membuat asumsi sendiri soal perhitungan utang negara.
Ramai diperbincangkan di media sosial cara membagi utang negara dengan cara dibagi per individu (menghitung per kapita).
BACA JUGA: Misbakhun Menghitung Utang Negara Tembus Rp 20.750 Triliun, Begini Perinciannya
"Kurang tepat. Hal itu tidak sesuai dengan kaidah perhitungan utang secara internasional. kaidah umum perhitungan rasio utang per kepala itu tidak dikenal," kata Deni Ridwan, melalui keterangannya, Senin (18/9).
Pernyataan tersebut menanggapi ramainya netizen membahas utang negara dengan cara menunjukan pembagian total utang negara dengan jumlah penduduk Indonesia. Hasilnya, tiap orang akan menanggung 28 juta.
BACA JUGA: Utang Negara Masih Sebegini, Turun sih, tetapi
Menurut Deni, perhitungan yang kerap digunakan adalah perbandingan utang dengan Gross Domestic Product (GDP). Hal itu sebagai gambaran dari ukuran ekonomi suatu negara, sekaligus kemampuan pemerintah mengumpulkan pajak.
"Makin kecil rasio debt to GDP menunjukkan suatu negara makin aman atau mampu memenuhi kewajiban utangnya," jelas Deni Ridwan.
BACA JUGA: Ada Jenis Utang Negara yang Aman Dikelola, Begini Kata Ekonom
Posisi utang pemerintah Indonesia per akhir Juli 2023 sebesar Rp 7.855,53 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 37,78 persen. Posisi tersebut di bawah ambang batas yang diperbolehkan UU No.1/2003 tentang Keuangan Negara, yakni 60 persen.
Bila diperbandingkan dengan negara lain, posisi utang Indonesia juga tergolong lebih rendah. Seperti, Malaysia 60,4 persen, Filipina 60,9 persen, Thailand 60,96 persen, Argentina 85 persen, Brazil 72,87 persen, dan Afrika Selatan 67,4 persen.
Oleh karena itu, Deni Ridwan memastikan bahwa kondisi utang Indonesia masih aman dan dikelola dengan hati-hati. Terlebih defisit anggaran APBN saat ini sudah di bawah 3 persen dari GDP dan hal ini telah sejalan dengan komitmen konsolidasi fiscal kita agar segera kembali ke batas 3 persen hingga 2023.
"Dalam pengelolaan utang, Indonesia tergolong sangat aman. Kami berkomitmen dalam pengelolaan utang ini, sehingga telah dinilai cukup kredibel oleh investor, baik di dalam atau luar negeri. Terupdate, Lembaga rating R&I memberikan afirmasi rating Indonesia BBB+ dan menaikkan outlook menjadi positif," kata Deni Ridwan.
Selain itu, kata Deni, komposisi utang yang didominasi oleh domestik dibanding dari luar negeri. Per akhir Juli 2023, outstanding utang domestik dalam mata uang Rupiah mencapai 72,4 persen.
"Ini menunjukkan pengelolaan kita semakin aman karena utang yang kita terbitkan sekitar 72 persen dalam mata uang rupiah dan dijual di pasar domestik. Resiko currency-nya semakin kecil," kata Deni Ridwan.
Ke depan, DJPRR Kemenkeu memiliki strategi untuk menjaga agar pengelolaan utang Indonesia makin baik.
"Pertama, dari sisi volume diupayakan makin berkurang. Lalu dari segi komposisi, penerbitan (utang) dalam mata uang rupiah diprioitaskan, Berikutnya, kita juga kurangi refinancing risk atau menjaga rata-rata jatuh tempo semakin panjang. Saat ini rata-rata jatuh tempo utang kita pada 8,15 tahun," terang Deni Ridwan.
Terakhir, lanjut Deni, dengan meningkatkan peran dari investor ritel. Mengingat saat ini minat masyarakat untuk berinvestasi pada SBN Ritel cukup besar, sekaligus memberikan ruang investasi yang aman bagi masyarakat.
"Kita ingin menggunakan SBN Ritel tidak sekadar alat untuk mendapatkan pembiayaan untuk APBN, tetapi juga sebagai alat untuk redistribusi kekayaan," pungkas Deni.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul