Jangan Jadikan Virus Corona Tameng Menutupi Kegagalan Pertumbuhan Ekonomi

Senin, 02 Maret 2020 – 21:52 WIB
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Gerindra Heri Gunawan. Foto: Biro Pemberitaan DPR

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan mengatakan, dampak virus corona sedikit banyak akan turut berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Sebab, Covid-19 berasal dari China dan Negeri Tirai Bambu merupakan salah satu mitra dagang dan investor terbesar Indonesia.

"Keterpurukan ekonomi di China sudah pasti akan berimbas ke Indonesia," kata Heri saat dikonfirmasi jpnn.com mengenai dampak virus Corona terhadap perekonomian nasional, Senin (2/3).

BACA JUGA: Pemkot Depok Sempat Diminta Rahasiakan Temuan Kasus Corona

Politikus Gerindra itu lantas mengutip analisis Morgan Stanley yang memprediksi perekonomian China pada kuartal I-2020 hanya tumbuh 3,5%. Padahal pada kuartal IV-2019 masih bisa tumbuh 6%. Jika prediksi Morgan Stanley benar, maka terjadi penurunan yang sangat tajam yakni 2,5%.

Penurunan ekonomi yang dialami China dan negara-negara lainnya, kata Heri, tentu akan berdampak pada perekomian Indonesia. Tahun 2019 ekonomi nasional bertumbuh 5,02%, sementara dalam target APBN 2019 dipatok 5,3%. Artinya antara target dan realisasi ada selisih minus 2.8%.

BACA JUGA: 2 WNI Positif Corona, Pemerintah Belum Larang Warga Asing Masuk ke Indonesia

"Pada tahun 2020 prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan hanya tumbuh 4,5 persen bisa jadi, realisasinya malah di bawah 4.5 persen, turun dari 2019 yang tumbuh 5,02 persen," ucap legislator asal Jawa Barat ini.

Wakil ketua Fraksi Gerindra DPR RI ini berharap adanya virus Corona tidak dijadikan aji mumpung untuk menutup kegagalan dan ketidaktercapaian pertumbuhan ekonomi.

BACA JUGA: Pemerintah Minta Masyarakat jangan Panik Menghadapi Wabah Virus Corona

"Kebiasan buruk yang selalu menjadikan tameng faktor eksternal sebagai alasan atas ketidak tercapaian pertumbuhan ekonomi. Dulu menyalahkan faktor global, kemudian perang dagang antara AS vs China, dan sekarang mau menyalahkan Corona?" tutur Heri.

Politikus yang beken disapa dengan panggilan Hergun ini menyebutkan, pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi jika tidak disertai pemerataan karena adanya akumulasi modal yang mengakibatkan inefisiensi akan mempercepat kegagalan pembangunan.

"Tentunya perihal ini perlu didukung kebijakan fiskal yaitu tentang pajak dan distribusi pendapatan yang mengurangi kesenjangan, meningkatkan produktifitas dan memacu semangat untuk investasi," ujarnya.

Untuk itu, dibutuhkan sinergitas dan kekompakan policy-mix antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter secara nyata di lapangan. Penerapan kebijakan fiskal yang ekspansif, dengan menetapkan nilai RAPBN 2020 sebesar 14 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Dari sisi moneter, katanya, BI telah menetapkan kebijakan moneter longgar melalui penurunan suku bunga acuan, dengan harapan perbankan merespons dengan menurunkan suku bunga kredit sehingga sektor riil menggeliat. Penyaluran kredit yang tepat dan mengendalikan tingkat konsumsi dengan mengurangi ketergantungan impor dan meningkatkan ekspor.

"Secara nyata yang menjadi kunci adalah eksekusi di lapangan. Bagaimana sektor riil bergerak, manufaktur tumbuh, industri tumbuh, ekspor tumbuh. Saat ini ekspor masih didominasi komoditas non-migas yang terkonsentrasi di sepuluh komoditas utama, menyumbang 57 persen dari total ekspor non-migas," tutur Hergun.

Sebagian besar produk ekspor Indonesia menurutnya masih berbasis buruh murah dan sumber daya alam mentah. Padahal, untuk bersaing di pasar global, corak industri harus didominasi oleh tenaga terampil, penelitian dan pengembangan, serta teknologi.

"Sumbangan manufaktur terhadap PDB dalam lima tahun terakhir merosot dari 25 persen menjadi 19 persen. Artinya, kita belum mampu meredam gejala deindustrialisasi," kata anggota Badan Pengkajian MPR RI ini.

Alih-alih menyalahkan corona, tambahnya, sekarang saatnya Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melakukan koreksi terhadap sejumlah kebijakan yang tidak pro rakyat kecil. Tugas pemerintah adalah melakukan kebijakan antisipatif agar bisa meminimalisir dampak Corona.

"Stimulus dari kebijakan fiskal dan moneter yang berpihak sangat diperlukan untuk tetap menggairahkan perekonomian guna menjaga konsumsi masyarakat sebagai penyokong terbesar pertumbuhan ekonomi," ujarnya. (fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler