Jangan Kalah dengan UNNES, Bamsoet Dorong E-Voting di Pilkada dan Pemilu

Senin, 19 Oktober 2020 – 15:53 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat menerima Rektor UNNES Fathur Rokhman di ruang kerjanya, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (19/10). Foto: Humas MPR RI.

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendorong penyelenggaraan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, bisa segera bertransformasi dari cara konvensional melalui pencoblosan surat suara menjadi electronic voting (e-voting).

Bamsoet bahkan mengatakan pelaksanaan Pilkada maupun Pemilu jangan kalah dengan Pemilihan Umum Raya Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Pemira BEM UNNES) untuk memilih ketua BEM, yang menurut rektornya sudah menggunakan metode e-voting.

BACA JUGA: Bamsoet Puji Inisiatif Presiden Jokowi Mengutus Menteri Temui Pimpinan NU dan Muhammadiyah

 

Apalagi, kata legislator Partai Golkar itu, dengan beragam variasi, berbagai negara juga sudah menerapkan e-voting dalam sistem pemilihan umumnya. Negara-negara itu antara lain Canada yang sudah menggunakan e-voting sejak 1990-an. Estonia sejak 2005 menggunakan e-voting untuk pemilu lokal dan pada tahun 2007 meningkatkannya untuk pemilu nasional.

BACA JUGA: Info Terbaru dari Polisi soal Identitas Kendaraan Diduga Penabrak Mobil Hanafi Rais

Sementara itu, di Asia Tenggara ada Filipina yang sudah menggunakan e-voting secara nasional pada tahun 2010. "Indonesia tak boleh ketinggalan. Berbagai perguruan tinggi, seperti UNNES, harus mulai membuat kajian serius tentang penggunaan e-voting sebagai upaya menumbuhkembangkan demokrasi di Indonesia," kata Bamsoet usai menerima Rektor UNNES di ruang kerjanya, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (19/10).

 

BACA JUGA: Habib Rizieq Pimpin Revolusi? Kapitra: Belum Pernah Ada Pemberontak Menang

Hadir dalam pertemuan itu Rektor UNNES Fathur Rokhman dan Wakil Rektor UNNES Bidang Bidang Perencanaan dan Kerja Sama Hendi Pratama.

Mantan ketua DPR itu menjelaskan bahwa penggunaan e-voting di Indonesia sebenarnya sudah mulai dilakukan di berbagai pemilihan kepala desa (Pilkades). Antara lain, Pilkades di Desa Gladagsari dan 69 desa lainnya di Kabupaten Boyolali pada tahun 2019.

Kemudian, Pilkades di Desa Kepuh Kiriman dan 14 desa lainnya di Kabupaten Sidoarjo pada tahun 2018. Peralatan e-voting yang digunakan dalam Pilkades disiapkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang diproduksi oleh BUMN melalui PT INTI.

Melalui e-voting, penyelenggaraan pemilihan bisa efektif dan efisien, hasilnya bisa cepat keluar, sehingga mampu meredam berbagai potensi kerusuhan sosial akibat terlalu lama menunggu hasil pemilihan. Selain itu juga bisa memangkas berbagai beban biaya tinggi yang harus dikeluarkan oleh pemilihan dengan cara konvensional.

"Karena itu, e-voting yang sudah sukses diselenggarakan di berbagai Pilkades, harus ditingkatkan ke tahap Pilkada, dan pada akhirnya Pileg dan Pilpres," ucap waketum Partai Golkar ini.

Dasar hukum penggunaan e-voting dalam Pilkada sebetulnya sudah ada. Mahkamah Konstitusi pada tahun 2009 telah mengeluarkan putusan MK No.147/PUU-VII/2009 yang pada intinya membolehkan pemberian suara untuk pemilihan kepala daerah dan wakilnya melalui metode e-voting.

Undang-Undang No.10/2016 tentang Pilkada mengakomodirnya melalui pasal 85 ayat 1 hurup b, yang menjelaskan bahwa pemberian suara untuk pemilihan (Pilkada) dapat dilakukan dengan cara memberi suara melalui peralatan pemilihan suara secara elektronik.

Selain dasar hukumnya sudah ada, kata Bamsoet, sarana dan prasarananya bisa dikembangkan oleh BPPT dan perguruan tinggi, sumber daya manusia bisa dilatih.

"Tinggal political will dari KPU sebagai penyelenggara serta partai politik sebagai kendaraan kandidat yang maju dalam Pilkada. Jika serius mengembangkan e-voting sejak sekarang, setidaknya pada Pilkada Serentak selanjutnya, yakni mulai tahun 2022 dan 2023, sudah bisa menerapkan e-voting," tuturnya.

Saat pembahasan RUU Pemilu (Pileg dan Pilpres) pada tahun 2017, kata waketum SOKSI ini, wacana e-voting sudah ramai dibahas. Namun akhirnya belum bisa diakomodir saat RUU Pemilu disahkan pada 21 Juli 2017 menjadi UU No.7/2017 tentang Pemilihan Umum.

Sekarang, kata Bamsoet, DPR RI melalui Komisi II sedang membahas revisi UU No.7/2017. Salah satu poin menarik yang sedang dibahas adalah klausul tentang e-voting. Terlebih pada Pemilu 2019 lalu, terdapat banyak permasalahan. Mulai logistik surat suara dan bilik suara yang rusak, hingga beban kerja penyelenggara yang sangat tinggi, sehingga menyebabkan banyak petugas KPPS meninggal.

"Penerapan e-voting bisa menjadi salah satu solusinya. Apalagi pandemi Covid-19 juga telah membuat kita belajar untuk akrab dengan teknologi," pungkas Bamsoet.(jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler