jpnn.com - JAKARTA - Yayasan Pendidikan Bung Karno terus menentang program MPR yang memasukkan Pancasila ke dalam empat pilar kebangsaan. Pancasila dianggap tidak tepat masuk dalam pilar karena akan mereduksi pemaknaannya sebagai dasar negara.
"Yayasan Pendidikan Bung Karno sudah beberapakali menyurati MPR RI perihal keberatan tentang penggunaan empat pilar kebangsaan yang menghabiskan banyak anggaran negara, bertentangan dengan posisi Pancasila sebagai dasar negara, dan tidak ada ketetapan hukumnya. Wacana empat pilar sangat menyesatkan," kata Ristiyanto dari Yayasan Pendidikan Bung Karno dalam diskusi Kebangsaan "Empat Pilar, Mereduksi Pancasila?" di Kampus Universitas Paramadina, Jakarta, Senin (30/9).
BACA JUGA: Tender SKK Migas Jadi Ladang Permainan Sejak Era BP Migas
Ristiyanto lantas mengutip pendapat Bung Karno yang menyebut Pancasila sebagai philosophische grondslaag kehidupan bernegara dan berbangsa Indonesia. Makanya kata dia, penempatan Pancasila sebagai pilar negara merupakan wacana yang menyesatkan dalam ketatanegaraan. Keempat pilar yang dimaksud adalah Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Bhineka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
"Kami akan melakukan somasi terhadap MPR atas penggunaan kata ‘Empat Pilar' dan melakukan gugatan parlement review ke DPR," tegasnya.
BACA JUGA: BIN Duga Karyawan Lempar Granat ke Rumah Pola
Protes yang sama juga disampaikan Ketua Umum DPN Gepenta, Brigjen Polisi (Purn) Parasian Simanungkalit. Menurutnya, Pancasila disejajarkan menjadi pilar maka diibaratka seperti membangun rumah di atas pasir. Artinya Pancasila diangkat dari pondasinya sebagai rumah berbangsa dan bernegara, Pancasila sebagai penyanggah NKRI tidak boleh diletakkan sebagai pilar. "Pancasila itu dasar, pilarnya ya UUD 45, Bhineka Tunggal Ika," ujarnya.
Di tempat yang sama, Akademisi Universitas Paramadina, Subhi Ibrahim mengatakan secara semantik istilah empat pilar kebangsaan tidak tepat, Pancasila harus dilihat dari nilai-nilai kebangsaan sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, ideologi nasional, dan sumber hukum dari sumber tertib hukum. Sedangkan UUD 45 adalah konstitusi, NKRI bentuk negara, dan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa.
BACA JUGA: Ini Modus Calo CPNS Versi Men MenPAN-RB
"Dengan demikian, kesalahan semantik empat pilar mempunyai implikasi dalam membentuk kesadaran masyarakat dan berpengaruh dalam implementasi praktek kebijakan teknisnya yang akan mereduksi makna Pancasila. Seringkali permasalahan itu muncul dari kesalahan dalam semantik, untuk itu istilah empat pilar harus dihapus," ujar Subhi Ibrahim.
Terlebih lagi, Subhi beranggapan, Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa adalah citra antropologis, dimana pancasila merupakan cermin manusia Indonesia sehingga menjadi rujukan primer sistem kenegaraan dan berbangsa, Pancasila menjadi "manunggaling kawula gusti" dalam etika politik, di satu sisi. Di sisi lain, Pancasila menjadi titik temu bangunan kebangsaan Indonesia, ungkapnya.
Wakil ketua MPR RI Hajriyanto Y Thohari dalam forum diskusi tersebut menjelaskan bahwa istilah empat pilar kebangsaan tidak bermasalah jika diubah, sebab kami lebih menekankan substansi. Dalam sosialisasi empat pilar kebangsaan kami juga menyebut Pancasila sebagai dasar negara.
"Penggunaan istilah empat pilar itu karena sangat menarik dalam bahasa komunikasi. Kita itu selalu ribut dalam hal istilah, dulu sebelum kita melakukan sosialisasi semuanya diam saja," ujarnya. (awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Bisa Panggil Paksa Komisaris Kernel
Redaktur : Tim Redaksi