jpnn.com, JAKARTA - Pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan ulama dan tokoh organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam di Istana Merdeka, Senin (17/4) kemarin juga membahas soal radikalisme.
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak yang ikut dalam pertemuan itu mengaku memberikan kritik terkait radikalisme kepada presiden.
BACA JUGA: Siapa di Balik Semua Teror Mengerikan Ini?
"Yang kami sebut radikalisme saya sampaikan langsung, ada tiga hal, berangkat dari narkoba, korupsi dan terorisme. Semuanya saling punya hubungan benang merah," ujar Dahnil mengungkap yang disampaikannya di pertemuan itu.
Contoh kasus yang disampaikan Dahnil adalah penyiraman air keras ke wajah penyidik KPK Novel Baswedan. Kasus yang berkaitan dengan praktik terorisme itu menurut dia harus segera dituntaskan.
BACA JUGA: Dokter di Indonesia Mampu Mengobati Novel, Cuma...
"Tidak seperti era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyisakan pekerjaan rumah karena tidak pernah menuntaskan kasus pembacokan Tama S Langkun, aktivis antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW). Zaman Pak SBY itu tidak tuntas pembacokan terhadap Tama S Langkun," ujar Dahnil.
Padahal, katanya, kepolisian sebenarnya bisa dengan mudah menyelesaikannya. Sebab, masalah terorisme internasional saja polisi mudah membongkar jaringannya. Seharusnya kasus Novel yang terdapat rekaman CCTV, juga bisa segera diungkap.
BACA JUGA: DPR Pertanyakan Anggaran Kepresidenan Buat Obati Novel Baswedan
"Ini harus dituntaskan karena pasti mudah bagi polisi. Tinggal ada nggak political will dari polisi dan juga dari Pak Jokowi. Jangan sampai Pak Jokowi sama dengan Pak SBY, kira-kira begitu," pungkas Dahnil. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Kata Pimpinan KPK soal Otak Kejahatan Terhadap Novel
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam