jpnn.com - JAKARTA - Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi mendukung pernyataan Menteri Koordinator (Menko) Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli yang menegaskan agar kasus Papa Minta Saham yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto jangan mengaburkan masalah sesungguhnya yang jauh lebih besar yakni soal pertambangan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
Menurut Adhie, pernyataan Rizal Ramli bahwa kasus rekaman yang disebut-sebut melibatkan Ketua DPR RI Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Syamsoeddin, hanya sinetron, perang antargeng yang berebut saham, sangat beralasan dan tepat.
BACA JUGA: Ketum PGRI Ingatkan Guru Jangan Terprovokasi Surat Menteri Yuddy
"Kasus yang kini ditangani MKD DPR itu hanya secuil masalah dari persoalan besar yang sesungguhnya yakni PT Freeport seharusnya membayar royalti lebih tinggi 6-7 persen. Di masa lalu akibat 'henki pengki', PT Freeport Indonesia hanya membayar royalti 1 persen," kata Adhie Massardi, di Jakarta, Selasa (8/12).
Lebih lanjut, mantan Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid itu mengatakan, menurut UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, sekarang Indonesia memasuki rezim izin pertambangan dan bukan lagi rezim kontrak karya apalagi rezim hengki pengki.
BACA JUGA: Cieee..Dipuji Jokowi, Bu Susi Tersipu Malu-malu
"Makanya, jangan ada upaya lagi dari pihak mana pun untuk melakukan perpanjangan kontrak karya, apalagi meminta saham, karena hal itu melawan hukum," katanya.
Dengan demikian, lanjut Adhie Massardi, pemerintah bisa leluasa mengatur segala persyaratan yang sebesar-besarnya demi keuntungan Bangsa Indonesia sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945.
BACA JUGA: KRI Teluk Manado-537 Angkut Brigif 6 Kostrad
Tentu saja PT Freeport Indonesia, kata dia, karena sejarahnya harus menjadi pihak pertama yang mendapat tawaran. Kecuali mereka (PT Freeport) tidak sanggup melaksanakan kewajiban yang disyaratkan Pemerintah Indonesia, seperti bangun smelter dan syarat lainnya.
Apabila PT Freeport memang gugur dalam perolehan izin pertambangan, Pemerintah Indonesia berkewajiban mengganti kerugian yang ditimbulkan. Sebaliknya, PT Freeport juga wajib mengganti kerusakan lingkungan melalui hasil audit forensik tim independen.
"Dengan demikian, terbuka kemungkinan tambang emas di Timika ini dikelola BUMN, BUMD, swasta nasional, atau gabungan dari ketiga elemen tersebut," tegas Adhie. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lagi-lagi Bu Susi Dipuji Jokowi
Redaktur : Tim Redaksi