jpnn.com - jpnn.com - Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilihan Umum meminta masukan dan saran dari berbagai media massa terkait aturan iklan pemilu.
Sebab, media mempunyai peran penting dalam mewarnai pesta demokrasi yang digelar pada 2019.
BACA JUGA: Golkar Perjuangkan sampai Titik Darah Penghabisan
---------
UPAYA meminta saran itu dilakukan dengan mengunjungi sejumlah media massa di Jakarta kemarin.
BACA JUGA: Pansus Janjikan Tahun Ini Sudah Ada UU Pemilu Baru
’’Dibagi beberapa tim,’’ terang Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Yandri Susanto saat berkunjung ke redaksi Jawa Pos kemarin.
Yandri datang bersama tiga rekannya, Ahmad Zacky Siradj, Viva Yoga Mauladi, dan Al Muzammil Yusuf.
Yandri menyatakan, sebelumnya pansus bertemu dengan panglima TNI, Kapolri, LSM, para pakar, serta LIPI untuk mendapat masukan terkait dengan pembahasan undang-undang.
Sekarang, kata dia, pihaknya datang ke media juga untuk mendapat saran dan masukan. Khususnya mengenai sosialisasi dan sistem periklanan pemilu. ’’Kami harap media menjadi pencerah,’’ tuturnya.
Menurut dia, ada satu pasal khusus yang mengatur iklan pemilu di media massa. Undang-undang itu, tutur Yandri, akan mengatur durasi periklanan, kampanye lewat media, penyiaran, debat kandidat calon presiden dan wakil presiden, serta aturan lain.
Ada satu pasal yang mengatur pemilihan legislatif (pileg) maupun pemilihan presiden (pilpres).
Dalam diskusi itu, muncul usul agar pasal antara pileg dan pilpres dipisah. Jika dijadikan satu, dikhawatirkan pileg kalah oleh promosi pilpres sehingga pileg tidak bergaung.
Viva Yoga menyatakan, pasal bisa dipisah dengan tujuan pileg mendapat porsi dalam promosi atau iklan.
Dengan demikian, masyarakat tetap bisa mengetahui para caleg yang bertarung. ’’Dengan cara itu, pileg tidak tenggelam,’’ papar legislator dari dapil Jatim tersebut.
Al Muzammil menyatakan, promosi dan kampanye calon di media massa sangat bergantung pada sistem pemilu yang akan diterapkan.
Jika yang digunakan adalah sistem pemilu terbuka, para calon legislatif akan ramai-ramai beriklan di media.
Jika yang ditetapkan adalah sistem tertutup, antusiasme untuk promosi tidak terlalu tinggi karena pemenangnya berdasar nomor urut.
Namun, kata dia, hal itu juga bergantung pada pembiayaan kampanye. Apakah biaya kampanye ditanggung negara sehingga para caleg tidak perlu mengeluarkan uang untuk beriklan di media.
Atau, calon masih diberi kesempatan untuk beriklan sendiri. ’’Itu juga masih akan dibahas,’’ tuturnya.
Selain sistem terbuka-tertutup, ambang batas pencalonan presiden juga akan memengaruhi. Jika tidak ada ambang batas, bakal banyak calon yang muncul.
Jika ambang batas diterapkan, mungkin hanya akan ada tiga pasangan calon (paslon). ’’Kalau tidak ada ambang batas, paslon akan ramai-ramai beriklan,’’ ungkap politikus PKS itu.
Dia berharap media memberikan masukan terkait dengan pembahasan kampanye dan sistem iklan dalam pemilu.
Menurut dia, masukan bisa diserahkan secara tertulis kepada pansus sehingga bisa disampaikan dalam rapat.
Dia juga berpesan agar media memberitakan atau memublikasikan calon yang baik. ’’Sehingga yang menang adalah negarawan, bukan hartawan,’’ tegasnya.
Yandri menambahkan, pihaknya sedang mengebut pembahasan RUU Pemilu. Sebab, akhir April pembahasan sudah harus selesai.
Jika pembahasan molor, pelaksanaan pemilu mendatang akan terdampak. Waktu yang tersedia cukup mepet sehingga harus digunakan semaksimal-maksimalnya. (lum/bay)/c5/fat)
Redaktur & Reporter : Soetomo