jpnn.com, BEIJING - Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang (XUAR) memboyong 15 warga dari suku minoritas Muslim Uighur menemui awak media lokal dan asing di Beijing, China, Rabu (10/2).
"Pertemuan kali ini agak berbeda karena kami membawa 15 orang yang semuanya lulusan pusat pendidikan dan pelatihan keterampilan (kamp vokasi)," kata Deputi Direktur Publikasi Partai Komunis China (CPC) XUAR Xu Guixiang.
BACA JUGA: Pemprov Xinjiang Siap Buka-Bukaan soal Muslim Uighur, tetapi Tutup Pintu untuk Investigasi Asing
Dalam pertemuan itu mereka menuturkan berbagai pengalamannya sejak sebelum mengenal kamp, menjadi penghuni kamp, hingga bekerja di berbagai bidang, termasuk membuka usaha sendiri seperti yang diceritakan oleh Mamat Abdullah Matursun yang kini menduduki posisi sebagai manajer perusahaan konstruksi.
"Dengan keterampilan yang saya peroleh selama mengikuti pelatihan, saya bisa bekerja dan kini saya sudah punya rumah baru," kata pria yang pernah menghuni kamp vokasi di Kabupaten Cele, Xinjiang, itu.
BACA JUGA: Muslim Uighur di Australia Bersorak Mendengar Tudingan Keras Amerika kepada Tiongkok
Lain lagi dengan cerita Miransa Kare, lulusan kamp vokasi di Kota Kashgar, yang kini menduduki posisi ketua penggerak kaum perempuan di desanya.
"Saya punya dua anak dan masih ingin memiliki anak lagi," ujarnya sambil menunjukkan foto bersama keluarganya.
BACA JUGA: Tokoh Muslim Uighur Buka-bukaan kepada Media Asing, Ada Pengakuan Mengejutkan
Menurut dia, tidak ada larangan dari pemerintah China terhadap etnisnya untuk memiliki anak lebih dari dua.
Kare menepis rumor yang menyebutkan perempuan penghuni kamp vokasi dipaksa memasang alat kontrasepsi untuk menekan pertumbuhan laju penduduk beretnis Uighur di daerahnya.
Menurut dia, beberapa rekan satu kampnya di Kashgar banyak yang memiliki anak setelah selesai menjalani program pendidikan dan pelatihan keterampilan.
"Saya melahirkan bayi perempuan setelah lulus dari pusat pelatihan itu dan sekarang usianya sudah hampir satu tahun," kata Tudigul Nur mengamini pendapat rekannya itu sambil menunjukkan foto bersama kedua anaknya.
Praktik yang disebut pemerintah China sebagai pusat vokasi itu selama beberapa tahun terakhir telah menjadi sasaran kritik sejumlah pemerintah dan media asing yang menilainya sebagai pusat penahanan terhadap etnis minoritas Uighur di Xinjiang. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil