jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid mengucap syukur setelah menyambut langsung kepulangan Ety binti Toyyib Anwar yang berhasil dibebaskan dari hukuman mati di Arab Saudi.
Penyambutan dilakukan di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin (6/7) petang.
BACA JUGA: Sore Ini, Gus Jazil Jemput TKI yang Bebas dari Hukuman Mati
Ety merupakan warga Majalengka, Jawa Barat yang didakwa sebagai penyebab kematian majikannya pada 2001 di Taif, Arab Saudi.
Atas peristiwa itu dia dituntut keluarga korban dengan kisas berupa hukuman mati. Pengadilan pun mengabulkannya.
BACA JUGA: Terjang Ombak 3 Meter, 124 TKI Ilegal Akhirnya Diamankan
Setelah menjalani hukuman 18 tahun penjara, Ety mendapatkan maaf dari ahli waris yang meminta denda atau diyat sebesar 4 juta Riyal Arab Saudi (setara Rp15,5 miliar).
Proses negosiasinya pun panjang hingga Ety dipulangkan ke Indonesia hari ini.
BACA JUGA: Wakil Ketua MPR Jazilul Imbau Pemerintah Lebih Memperhatikan Pesantren
"Alhamdulillah hari ini kami saksikan, satu nyawa warga negara Indonesia (WNI) berhasil pulang. Karena memang satu jiwa ini sangat berharga. Ini hukum di Arab Saudi menentukan siapa pun yang divonis mati atau pembunuhan maka kena qisas," ucap Jazilul.
Kedatangan Ety di Bandara Soetta disambut berbagai pihak, termasuk Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Menurut Jalilul, denda yang diminta ahli waris untuk Ety awalnya cukup tinggi, mencapai Rp 40 miliar.
"Untuk Bu Ety ini memang awalnya tinggi sekali (diyat-nya) kurang lebih Rp 40 miliar akhirnya berhasil ke angka Rp 15 miliar. Alhamdulillah di era pandemi ini, saat banyak warga meninggal dunia, tetapi ada satu jiwa yang terselamatkan," lanjut Jazilul.
Bagi politikus PKB ini, menyelamatkan satu jiwa itu sama dengan menyelamatkan satu bangsa. Seperti juga membunuh satu jiwa sama seperti membunuh semua manusia.
"Itulah inti kemanusiaan. Makanya kami dari pimpinan MPR mengajak selalu mengedepankan kemanusiaan, gotong royong di semua situasi pada siapa pun. Apalagi pada pejuang devisa yang bekerja di luar negeri. Kerjanya cuma satu tahun delapan bulan, tetapi dipenjaranya 18 tahun," tutur Jazilul.
Dia juga berharap kejadian seperti ini tidak terulang kepada WNI yang berjuang di luar negeri. Sebab, bila dibela sejak awal dengan cara yang benar, dia meyakini tuduhan dan hukumannya tidak seberat yang dialami Ety.
"Karena beliau dituduh meracun. Padahal pengakuan beliau, orang dia (korban) sama istrinya pergi dan makan di restoran, kok tujuannya meracun majikan," sambung politikus asal Jawa Timur ini.
Nah, proses pemulangan Ety memang cukup lama karena salah satu ahli waris yang harus menyetujui pemaafan bagi Ety, masih belum cukup umur atau balig. Sehingga, otoritas setempat harus menunggu ahli warisnya itu dewasa dulu baru dimintakan maafnya.
"Jadi mesti menunggu usianya dewasa. Setelah dewasa baru diminta apakah setuju atau tidak dengan diyat. Itu namanya hukum negara lain yang harus dihormati. Menunggu balig ya lama. Apalagi kalau masih usia 6 tahun masih nunggu sampai 16 tahun. Habis itu nunggu nego diplomasi soal diyat-nya," tambahnya. (fat/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam