Perusahaan global yang bergerak dalam pemrosesan daging, yakni JBS Foods, mengaku telah membayar uang tebusan senilai Rp156 miliar kepada geng peretas yang melumpuhkan operasi perusahaan tersebut selama lima hari di seluruh dunia, termasuk di Australia.
Perusahaan itu mengatakan membayar uang untuk mencegah hal-hal yang tidak diiinginkan akibat peretasan, selain juga memastikan tidak ada data yang dicuri dari sistem operasi mereka.
BACA JUGA: RIP Kirra, Numbat Betina yang Selamatkan Spesiesnya dari Kepunahan
"Ini adalah keputusan sangat sulit yang harus dibuat untuk perusahaan dan untuk saya secara pribadi," kata Direktur Eksekutif JBS USA Andre Nogueira.
"Namun kami merasa keputusan harus dibuat untuk mencegah adanya potensi risiko bagi pelanggan kami."
BACA JUGA: Pengaruh AS Mulai Menurun, Tiongkok dan ASEAN Perkuat Kerjasama Soal Vaksin COVID
Pernyataan dari perusahaan itu menggarisbawahi penilaian Biro Penyelidik Federal (FBI) bahwa kelompok kriminal ini adalah "satu dari kelompok kriminal siber paling canggih di dunia".
Uang tebusan itu dibayarkan dalam bentuk Bitcoin.
"Preseden yang berbahaya"Dalam reaksinya, seorang analis pasar di Australia, Matt Dalgleish dari perusahaan Thomas Elder Markets mengatakan dia terkejut dengan pengumuman JBS Foods.
"Fakta bahwa A: Mereka membayar tebusan, dan B: Mereka mengakuinya sangatlah mengejutkan, namun saya kira sekarang sudah jadi hal biasa dan mereka tidak punya banyak pilihan," katanya.
"Sekarang dengan adanya pemberitaan luas mengenai pembayaran uang tebusan, saya kira ini bisa menjadi preseden yang berbahaya.'
Menurut Matt semakin meningkatnya kepopuleran mata uang kripto menjadi salah satu alasan lebih sering terjadi peretasan atau serangan siber terhadap bisnis.
"Di masa lalu lebih susah membayar uang tebusan, apakah dalam bentuk uang tunai atau dikirim ke akun tertentu," katanya.
"Sekarang dengan kemampuan melacaknya terbatas, kita melihat peningkatan tajam penyerangan siber.'
Data di Amerika Serikat menunjukkan di tahun 2020 ada sepuluh perusahaan membayar uang tebusan antara Rp3 miliar sampai Rp150 miliar, sehingga operasi mereka bisa normal kembali di internet.
Ini dikatakan oleh analis Simon Quilty.
"Lebih banyak yang bisa dihasilkan dari serangan siber dibandingkan di industri mobil global," katanya. Serangan berpengaruh pada pengurangan staf di Australia
Lumpuhnya operasi JB Foods selama lima hari di Australia sempat mengancam jalur pasokan daging di Australia.
Bahkan beberapa tempat pekerja lepasan terpaksa diberhentikan sementara, juga ada laporan dari para petani jika pengapalan ternak mereka dibatalkan.
Namun pada umumnya, dampaknya terhadap para petani Ausralia tidaklah terlalu parah.
Serangan siber yang melumpuhkan operasi JB Foods ini tidak memengaruhi harga daging.
Bahkan di pasar harga Australia harga daging sapi mencapai titik tertinggi dengan indikator harga Eastern Young Cattle mencapai 912 sen dolar per satu kilogram.
Permintaan daging dari Tiongkok membuat harga tetap tinggi karena industri daging babi belum pulih dari serangan flu babi Afrika (ASF) di beberapa negara.
Filipina juga menghadapi masalah dengan ASF dan sekarang mengimpor lebih banyak daging sapi dari Australia.
Di Argentina, yang merupakan saingan utama dalam pasar ekspor sapi global bagi Australia sekarang menghentikan ekspor.
Permintaan tinggi daging di dalam negeri telah menyebabkan harga di dalam Argentina melonjak tajam selama beberapa bulan terakhir.
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News
BACA ARTIKEL LAINNYA... Empat Warga Muslim Tewas Ditabrak Mobil di Kanada, Serangan Teror?