Jejak Perjudian di Kalijodo: Kecil Bisa Dielus, Besar Menggigit

Rabu, 17 Februari 2016 – 12:59 WIB
Krishna Murti (dua kiri). Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Kawasan Kalijodo di Kelurahan Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, tak bisa lepas dari cap lokasi perjudian dan prostitusi. Memang, tak semua warga terlibat aktivitas negatif itu di Kalijodo.

Pemprov DKI Jakarta pun akan berupaya mengembalikan fungsi asal Kalijodo sebagai jalur hijau.

BACA JUGA: Di Kalijodo Banyak Uang, Ahok: Nggak Mau Pusing!

Perjudian di Kalijodo memang sudah ada sejak lama. Bahkan, levelnya bukan kelas teri. Istilah perjudian kelas teri di Kalijodo pernah dibantah mantan Kapolsek Penjaringan yang kini menjabat Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti. 

Dalam bukunya, Geger Kalijodo, Krishna menuliskan bahwa perputaran uang perjudian di Kalijodo bisa mencapai ratusan juta. “Perjudian di Kalijodo sering dianggap perjudian kelas teri, padahal sebenarnya omset judi di sini cukup besar. Beberapa informasi menyebutkan bahwa perputaran uang dari meja judi dalam setiap harinya mencapai 500 juta rupiah,” kata Krishna sebagaimana dikutip dari bukunya Geger Kalijodo.

BACA JUGA: Beresi Kalijodo, Ahok Ingat Sumpahnya

Saat menjabat Kapolsek, Krishna sudah melarang beroperasinya perjudian di Kalijodo.  Apalagi sejak kerusuhan besar yang membakar ratusan rumah Februari 2002. “Namun, secara diam-diam kelompok judi tersebut membuka kembali,” tutur Krishna.

Ia berkesimpulan bahwa para penguasa lapak judi memang tidak memiliki niat baik untuk memberikan ketenteraman kepada warga sekitar. Mereka lebih memilih mencari untung yang sebesar-besarnya dari pembukaan tempat perjudian.
Kala itu, tak mudah bagi Krishna memberangus perjudian di Kalijodo karena warga bereaksi. 

BACA JUGA: Polisi Kantongi Identitas Tiga Godfather Kalijodo, Ini Orang-orangnya

Namun, bagi Krishna wajar jika muncul perlawanan. Hal itu sudah diperhitungkan. “Karena yang kami hadapi adalah kemapanan yang sudah berlangsung puluhan tahun,” katanya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh kala itu, penutupan kawasan judi membuat para pemilik lapak dan para bandar gelisah. Mereka pun mencoba mendekati polisi dengan dalih pertimbangan kemanusian. “Mereka mencoba mempengaruhi kami untuk mengizinkan judi dibuka kembali,” katanya.

Bujuk rayu, upaya kekerasan dan muslihat banjar judi tak berhasil. Yang buka diam-diam diberantas. Penggerebekan terus dilakukan. Karena reaksi keras, Krishna diancam akan didemo 3000 massa. Namun, penegakan hukum tetap terus berjalan. 

“Saya katakan kepada mereka untuk penegakkan hukum kami jalan terus. Kalau kamu mendemo dengan 3000 orang, kami bisa datangkan Brimob sekian ratus orang untuk menghadapi kalian karena apa yang saya lakukan benar. Ini penegakan hukum,” ujarnya.

Selain cara kekerasan, mereka juga mencoba mendekati polisi dengan memberikan iming-iming akan menyetor Rp 15 juta sebulan dan lain-lain. Mereka berani memberi iming-imingnya cukup besar, agar polisi tidak mengganggu mereka. Padahal, mereka adalah orang yang tidak bisa diajak kerjasama untuk menegakkan hukum.

“Ibarat macan, ketika mereka kecil, masih bisa dielus-elus. Tetapi ketika mereka besar, mereka akan menggigit kami,” tutur Krishna. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SP1 buat Lokalisasi Kalijodo!


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler